Demo Tol Cisumdawu

Sekda Pastikan Tidak Ada Intimidasi dalam Pengadaan Lahan Tol Cisumdawu, Itu Domain Kantor ATR/BPN

Sekda Sumedang mengatakan tidak ada intimidasi dalam pengadaan lahan Tol Cisumdawu.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: taufik ismail
TRIBUNJABAR.ID/KIKI ANDRIANA
Ratusan warga dari 7 desa di Sumedang, Jawa Barat melakukan penutupan akses lintasan jalan tol Cisumdawu, tepatnya di Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jumat (17/12/2021). 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang Herman Suryatman menampik adanya intimidasi terhadap warga dalam pengadaan lahan untuk proyek jalan tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di wilayahnya. 

Menurut Herman, dalam pengadaan lahan tanah untuk proyek jalan Tol Cisumdawu domainnya Kantor Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). 

"Yang kami ketahui dan pahami, semua berjalan normatif dan tidak ada intimidasi," kata Herman Suryatman kepada TribunJabar.id, Sabtu (18/12/2021) melalui pesan singkat. 

Selain itu Herman, menyebutkan, dalam penentuan harga lahan untuk proyek jalan bebas hambatan tersebut dilakukan oleh tim penilai dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sesuai dengan ketentuan dan memperhatikan harga pasaran. 

Kendati demikan, kata dia, jika ada masyarakat yang merasa keberatan diimbau untuk menempuh jalur hukum melalui konsinyasi (penitipan uang) di Pengadilan Negeri. 

"Kami kira wajar saja. Kita negara hukum (rechstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Penyelesaian dinamika di lapangan seyogyanya dilakukan melalui jalur hukum, dengan terlebih dahulu mengedepankan musyawarah," kata Herman. 

Meski begitu, lanjut Herman, Pemerintah Kabupaten Sumedang memberikan dukungan penuh agar pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional jalan tol Cisumdawu ini berjalan lancar dan cepat. 

"Ayo kita bahu membahu dan bergotong royong menyelesaikan berbagai permasalahan sosial sebagai dampak dari pembangunan jalan tol Cisumdawu, " ujarnya. 

Herman menambahkan, pihaknya berencana bakal melakukan rapat evaluasi untuk penyelesaian persoalan di 7 desa yang berunjuk rasa. 

"Kami sudah identifikasi, secepatnya akan dibahas dalam rapat evaluasi bersama Forkopimda, Satker, Kantor BPN dan pihak terkait lainnya, " kata dia. 

Diberitakan sebelumnya, ratusan warga yang berasal dari tujuh desa di Kabupaten Sumedang, berunjuk rasa dan menutup akses lintasan jalan tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan (Cisumdawu), di Desa Ciherang, Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jumat (17/12/2021).

Warga menutupnya dengan menggunakan sebilah bambu. Mereka juga membentang sejumlah spanduk berisi kekecewaan mereka terhadap pemerintah.

Penutupan jalan semua kendaraan proyek terhenti, tak bisa melintas. Sejumlah truk akhirnya terpaksan diparkir sekitar 50 meter dari lokasi unjuk rasa.

Mereka baru bisa kembali melintas menjelang salat Jumat saat para pengunjuk rasa membubarkan diri.

Warga yang berunjuk rasa berasal dari Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan; Desa Margamukti, Desa Sirnamulya, dan Desa Girimukti, Kecamatan Sumedang Utara; Desa Cigendel, Kecamatan Pamulihan; Desa Margaluyu, Kecamatan Tanjungsari; dan Desa Pamekaran, Kecamatan Rancakalong.

Mereka mulai berdatangan sekitar pukul 09.00. Sejumlah apara kepolisian mengawal dan bersiaga di sekitar lokasi.

Sebagian besar pengunjuk rasa datang berjalan kaki karena lokasi unjuk rasa berada tidak jauh dari rumah mereka.

Selain membawa spanduk, mereka juga membawa beberapa batang bambu sepanjang dua meteran. Bambu-bambu itulah yang kemudian mereka gunakan memblokir jalan.

Sempat terdengar beberapa kali cekcok antara warga dan pekerja proyek Tol Cisumdawu. Seseorang pria berseragam pekerja proyek mengatakan bahwa unjuk rasa itu salah alamat, sebab mereka hanya bekerja di tempat itu.

Tetapi, warga bergeming. Mereka tetap melanjutkan unjuk rasa. Mereka membentangkan spanduk berisi permohonan kepada Presiden Joko Widodo agar memperhatikan nasib mereka yang merasa dizalimi pemerintah.

"Kami diancam agar menerima harga yang ditetapkan oleh pihak Pemerintah Daerah Sumedang. Katanya, kalau kami tidak menerima harga murah, uang hilang, tanah juga hilang," ujar Yayat, salah seorang warga yang berunjuk rasa.

Harga yang ditetapkan untuk satu tumbak (1 tumbak=14 meter persegi) tanah adalah Rp 120.000.

Menurut mereka, harga itu sangat tidak layak. Selain tidak layak, pembayaran ada juga yang tidak sesuai antara ukuran luas dan harga.

"Kami ini dizalimi. Masyarakat sampai tidak ada tanah. Masa ada rumah di atas tanah 60 tumbak dibayar Rp 10 juta?" kata Yayat.

Mamay, warga lainnya mengatakan, sejak 2010 menghadapi persoalan penyerobotan tanah itu. Sejak tahun itu, kata Mamay, tidak pernah ada aktivitas jual beli tanah antara dirinya dengan siapa pun, termasuk dengan panitia pembebasan lahan tol.

"Belum pernah ada pembayaran. Kami belum pernah jual beli. Pemerintah pusat tolong audit oknum di Sumedang yang menzalimi dan mengancam kami. Ada pemutihan ke tiap desa," kata Mamay di tempat yang sama.

Mamay, Yayat, dan warga lainnya mengaku tak keberatan dengan pembangunan dan pengoperasisan jalan tol ini. Warga di tujuh desa itu hanya berharap hak-hak mereka dipenuhi terlebih dahulu.

Baca juga: Demo Tol Cisumdawu, Warga Mengaku Diancam untuk Sepakati Harga, Tanah 60 Tumbak Dibayar Rp 10 Juta

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved