Demo Tol Cisumdawu
Demo Tol Cisumdawu, Warga Mengaku Diancam untuk Sepakati Harga, Tanah 60 Tumbak Dibayar Rp 10 Juta
Warga merasa dizalimi. Harga ganti rugi yang ditetapkan tak manusiawi.
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Ratusan warga yang berasal dari tujuh desa di Kabupaten Sumedang, berunjuk rasa dan menutup akses lintasan jalan tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan (Cisumdawu), di Desa Ciherang, Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jumat (17/12/2021).
Warga menutupnya dengan menggunakan sebilah bambu. Mereka juga membentang sejumlah spanduk berisi kekecewaan mereka terhadap pemerintah.
Penutupan jalan semua kendaraan proyek terhenti, tak bisa melintas. Sejumlah truk akhirnya terpaksan diparkir sekitar 50 meter dari lokasi unjuk rasa.
Mereka baru bisa kembali melintas menjelang salat Jumat saat para pengunjuk rasa membubarkan diri.
Warga yang berunjuk rasa berasal dari Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan; Desa Margamukti, Desa Sirnamulya, dan Desa Girimukti, Kecamatan Sumedang Utara; Desa Cigendel, Kecamatan Pamulihan; Desa Margaluyu, Kecamatan Tanjungsari; dan Desa Pamekaran, Kecamatan Rancakalong.
Mereka mulai berdatangan sekitar pukul 09.00. Sejumlah apara kepolisian mengawal dan bersiaga di sekitar lokasi.
Sebagian besar pengunjuk rasa datang berjalan kaki karena lokasi unjuk rasa berada tidak jauh dari rumah mereka.
Selain membawa spanduk, mereka juga membawa beberapa batang bambu sepanjang dua meteran. Bambu-bambu itulah yang kemudian mereka gunakan memblokir jalan.
Sempat terdengar beberapa kali cekcok antara warga dan pekerja proyek Tol Cisumdawu. Seseorang pria berseragam pekerja proyek mengatakan bahwa unjuk rasa itu salah alamat, sebab mereka hanya bekerja di tempat itu.
Tetapi, warga bergeming. Mereka tetap melanjutkan unjuk rasa. Mereka membentangkan spanduk berisi permohonan kepada Presiden Joko Widodo agar memperhatikan nasib mereka yang merasa dizalimi pemerintah.
"Kami diancam agar menerima harga yang ditetapkan oleh pihak Pemerintah Daerah Sumedang. Katanya, kalau kami tidak menerima harga murah, uang hilang, tanah juga hilang," ujar Yayat, salah seorang warga yang berunjuk rasa.
Harga yang ditetapkan untuk satu tumbak (1 tumbak=14 meter persegi) tanah adalah Rp 1.200.000.
Menurut mereka, harga itu sangat tidak layak. Selain tidak layak, pembayaran ada juga yang tidak sesuai antara ukuran luas dan harga.
"Kami ini dizalimi. Masyarakat sampai tidak ada tanah. Masa ada rumah di atas tanah 60 tumbak dibayar Rp 10 juta?" kata Yayat.
Mamay, warga lainnya mengatakan, sejak 2010 menghadapi persoalan penyerobotan tanah itu. Sejak tahun itu, kata Mamay, tidak pernah ada aktivitas jual beli tanah antara dirinya dengan siapa pun, termasuk dengan panitia pembebasan lahan tol.