Guru Rudapaksa Santri

Menanggung Luka, Santri Korban Herry Wirawan Melahirkan di Usia 14 Tahun, Kasusnya Menguras Emosi

Salah satu korban rudapaksa guru pesantren di Kota Bandung tersebut baru berusia 14 tahun saat melahirkan.

kolase SHUTTERSTOCK/TribunJabar
Herry Wirawan, guru bejat yang rudapaksa santriwati 

Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.

Kondisi yang sama, menurut, Diah juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orangtua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya sebelum akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.

Menurut Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.

"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.

Bukan orang mampu

Menurut Diah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orangtuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya.

Bahkan, jika para orangtua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.

Baca juga: Kasus Herry Wirawan Mencuat Disyukuri Kades Ini, Sempat Khawatir: Pejabat Tahu tapi Tak Komunikasi

Sebab, menurut Diah, para orangtua korban bukan orang-orang yang tergolong mampu.

Mereka kebanyakan adalah buruh harian lepas, pedagang kecil, dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," katanya.

Menguras emosi

Kasus ini, menurut Diah, sangat-sangat menguras emosi semua pihak, apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.

"Sama, kita semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," katanya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Di Usia 14 Tahun, Santriwati Korban Perkosaan Guru Pesantren 2 Kali Melahirkan, Terakhir November 2021 "

Sumber: Kompas
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved