Guru Rudapaksa Santri

Atalia Sebut Korban Rudapaksa Guru Bejat Herry Wiriawan 13 Orang, Sisanya Bukan Korban tapi . . .

Atalia Praratya Kamil menyebut total korban rudapaksa yang dilakukan Herry Wirawan mencapai 13 orang.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Hermawan Aksan
IG Atalia Kamil
Atalia Kamil memberikan pendampingan 12 santri korban guru bejat di sebuah pesantren di Kota Bandung. Atalia Kamil meminta semua pihak membantu agar masa depannya lebih baik. 

"Saya dengar di Tasikmalaya juga ada, terus dengar ada lagi di mana itu," ujar Dede ketika diwawancara Tribunjabar.id seusai kunjungan spesifik di kantor Pemkab Purwakarta, Selasa (14/12/2021).

Baca juga: Kasus Asusila dan Rudapaksa pada Anak Banyak Terjadi di Sumedang, Korban Enggan Lapor Karena Aib

Ia mengatakan, hal itu tidak seharusnya terjadi di lembaga pendidikan.

Oleh karenanya, hukuman berat bagi pelaku sangat layak untuk diterapkan, sebab para santriwati dalam kondisi tidak berdaya.

"Intinya, saya mengutuk keras perilaku bejat yang memanfaatkan siswi atau santriwati yang tidak berdaya itu."

"Seorang pemilik sekolah atau oknum guru pesantren itu sudah harus dihukum berat supaya hal serupa tidak terulang," ucapnya.

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI M Farhan menilai, pelaku rudapaksa tidak hanya harus dijerat maksimal hingga kebiri, tetapi juga harus dibatasi mobilitas fisik dan mobilitas sosialnya.

"Pelaku kejahatan kekerasan seksual harus menanggung beban jangka panjang, sebagai bentuk pertanggungjawaban jawaban sosial, karena korbannya juga menanggung dampak jangka panjang," ujar M Farhan saat dihubungi pada Senin (13/12/2021). 

Warga berharap agar Herry Wirawan dijatuhi hukuman mati oleh hakim.

Namun, ancaman hukuman di pasal yang didakwakan jaksa tidak ada hukuman mati, melainkan penjara maksimal 15 tahun plus 1/3. 

"Memang sangat memprihatinkan."

Baca juga: Foto Herry Wirawan Guru Rudapaksa Santriwati Bonyok Beredar Luas, Kepala Rutan Bilang Begini

"Tetapi sebelum kita menyoroti dengan amarah menggunung, kita sadari dulu bahwa kejahatan pidana itu tanggung jawab pribadi, bukan lembaga," ujarnya.

Dengan kejadian tersebut, Farhan menilai, jadi momentum untuk segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Jadi momentum ini menjadi pas dengan upaya mempercepat pengesahan RUU TPKS karena akan menumbuhkan kesadaran hukum dalam pikiran kita, secara proporsional."

"Pihak yang perlu dihakimi adalah pelaku, bukan pesantrennya."

"Lalu bagaimana tanggung jawab lembaga tersebut?"

"Dalam RUU TPKS ada pasal pemulihan korban, yang programnya melibatkan lembaga tempat kejadian, dalam hal ini pesantren tersebut," katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved