Guru Rudapaksa Santri

Korban Rudapaksa Herry Wirawan Disebut Ada 21, Di Berkas Perkara Hanya 12, Polda Jabar: Segera Lapor

Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jabar, Dodi Gazali Emil, memastikan jumlah korban kasus rudapaksa oleh Herry Wirawan itu adalah 13 orang.

kolase SHUTTERSTOCK/TribunJabar
Herry Wirawan, guru bejat yang rudapaksa santriwati 

Laporan wartawan TribunJabar.id, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jumlah korban rudapaksa yang dilakukan Herry Wirawan, pengasuh dan pemilik dari asrama lembaga pendidikan keagamaan di Kota Bandung, kemungkinan bertambah. 

Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut mengatakan jumlah korban rudapaksa oleh Herry Wirawan mencapai 21 orang, bukan 12 orang seperti yang beredar selama ini.

Jumlah korban rudapaksa yang disebut P2TP2A Garut itu jauh lebih banyak daripada jumlah korban dalam berkas perkara yang sedang bergulir di pengadilan.

Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jabar, Dodi Gazali Emil, memastikan jumlah korban kasus rudapaksa itu adalah 13 orang.

Perinciannya, 12 orang menjadi korban rudapaksa dan satu orang lainnya korban pelecehan seksual Herry Wirawan.

Jumlah korban tersebut sesuai dengan berkas yang diterima oleh Kejati Jabar dari Polda Jabar.

Baca juga: Rudapaksa Santriwati, Herry Wirawan Takut Dilaporkan Polisi, Intimidasi Ini Ke Orangtua Korban

"Berdasarkan berkas yang kami terima dari Polda Jabar, totalnya (korban) 13 murid. Jadi seperti ini, 12 itu sudah (dirudapaksa) dan satu orang dilecehkan secara seksual," ujarnya Sabtu (11/12/2021).

Penetapan 13 orang korban ini pun, lanjutnya, berdasarkan tujuh kali persidangan yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Bandung. 

Soal jumlah korban kasus rudapaksa mencapai 21 orang berdasarkan data P2TP2A Garut, Dodi mengatakan tidak ada di dalam berkas yang diterima Kejati Jabar.

"Soal 20 lebih korban itu tidak ada di berkas kami, mungkin itu berkas sendiri yang orang punya, kami kan enggak tahu. Dan yang saat ini proses sidang itu korban 12 dirudapaksa dan satu dilecehkan secara seksual," ucapnya.

Bangunan Madani Boarding School milik Herry Wirawan di Cibiru Kota Bandung
Bangunan Madani Boarding School milik Herry Wirawan di Cibiru Kota Bandung (Tribun Jabar / Cipta Permana)

Hal senada disampaikan, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Erdi A Chaniago mengimbau korban baru dari terdakwa HW, segera melaporkan diri kepada pihak kepolisian.

Laporan yang disampaikan baiknya disertai dengan sejumlah barang bukti.

Setelah itu, barulah polisi akan memberikan tindakan lanjutan.

Baca juga: Cerita Kades ke Dedi Mulyadi, 4 Warga Jadi Korban Rudapaksa Herry Wirawan, 3 Orang Sampai Melahirkan

"Imbauannya, langsung segera melapor saja ke Polres terdekat, bawa identitas dan terkait temuan tersebut, untuk dimintai keterangan," ujarnya ketika dikonfirmasi, Jumat (10/12/2021).

Polisi telah menetapkan jumlah korban kasus rudapaksa Herry Wirawan sebanyak 12 orang.

Jumlah itu kemudian sudah diputuskan juga oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan saat ini persidangan tengah berjalan di Pengadilan Negeri Bandung.

Sebelumnya, Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari mengatakan, korban tindak asusila oleh guru di Bandung bukan hanya warga Garut, melainkan ada dari daerah lain. Dilaporkan ada 21 orang, ada yang hamil dan ada yang sudah melahirkan.

"Mereka sudah dalam pendampingan kami, sekarang mereka sudah dengan orangtuanya," kata Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, saat jumpa pers di Garut, Kamis (9/12/2021) malam.

Khusus korban asal Garut, kata dia, yang sudah melahirkan sebanyak delapan orang. Semuanya, kini tinggal dengan orang tuanya berikut mendapatkan pendampingan dari tim P2TP2A Garut

"Kami sudah beberapa kali datang melakukan pendampingan, apabila ada yang tidak sanggup mengurusnya kami coba menawarkan untuk dirawat oleh kami," katanya.

Baca juga: Kebusukan Herry Wirawan Guru Bejat Rudapaksa 12 Santriwati Diungkap Orang Tua Korban, Bikin Geram.

MUI Minta Pelaku Dihukum Berat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung, yang sempat meminta kasus itu tak diungkapkan ke publik, mengatakan pernyataan itu lebih untuk melindungi korban yang tertekan dan trauma.

Bahkan, mereka sampai enggan mengingat dan mendengar suara pelaku saat proses persidangan.

"Maksud dari poin itu adalah perlindungan bagi para korban dan lebih kepada menjaga perasaan dan psikologis korban dan keluarga mereka,” kata Sekretaris MUI Kota Bandung, Asep Ahmad Fathurrochman, saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (11/12).

MUI khawatir para korban terus dicari dan dimintai keterangan, yang berarti memaksa mereka untuk mengingatkan kembali pengalaman traumatik mereka.

“Kasihan juga kalau para korban ini terus-terusan diekspos, bukannya bisa memulihkan kondisi trauma korban, tapi malah seolah semakin memojokkan korban," ujarnya.

Menurutnya, MUI Kota Bandung tak melarang publikasi perkembangan proses persidangan kasus tersebut.

MUI, ucap Asep, justru meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya apalagi sudah menjadi terdakwa dan terancam hukum 15 tahun penjara.

"Menurut kami, harus seberat mungkin, kalau perlu dua kali lipat, dan tentunya sesuai hukuman yang berlaku. Ia kan pendidik yang seharusnya sudah tahu bahwa perbuatan itu salah. Hukuman berlipat untuk memberikan efek jera bagi pelaku," ucapnya.

Kasus tersebut, ucapnya, membuat citra pondok pesantren dirugikan karena kasus pelaku adalah adalah pengelola pondok pesantren, lembaga pendidikan keagamaan.

Padahal, Madani Boarding School, Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, dan Yayasan Manarul Huda bukan pondok pesantren. (Cipta Permana)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved