Breaking News

Guru Rudapaksa Santri

Pengakuan Pahit Warga Garut Ayah Korban Rudakpaksa Guru Bejat, Minta Pelaku Dihukum Mati dan Kebiri

Salah satu ayah korban rudapaksa yang dilakukan oleh guru bejat Herry Wirawan angkat bicara tentang kondisi terkini anaknya.

Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar
YY (44), ayah salah satu korban rudapaksa guru bejat Herry Wirawan, saat diwawancarai di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Serikat Petani Pasundan, Jumat (10/12/2021). 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Sidqi Al Ghifari

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Salah satu ayah korban rudapaksa yang dilakukan oleh guru bejat Herry Wirawan angkat bicara tentang kondisi terkini anaknya.

YY (44) menceritakan bagaimana detik-detik hatinya hancur saat mendengar anak kesayangannya itu menjadi korban rudapaksa gurunya sendiri.

"Saya marah, geram. Waktu itu dini hari saya mendengar kenyataan pahit itu, istri saya saat itu pun sampai kejang-kejang selama dua jam," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Serikat Petani Pasundan, Jumat (10/12/2021).

Ia menuturkan sempat ingin membunuh pelaku saat mengetahui bahwa anaknya itu pernah melahirkan anak dari aksi bejat pelaku.

Baca juga: Fakta Lain Kasus Rudapaksa Terhadap Santriwati, Para Santri pun Jadi Pekerja Pembangunan Pesantren

Kemarahannya memuncak saat melihat istrinya jatuh sakit ketika pertama kali mendengar kenyataan tersebut.

"Kalau waktu itu saja istri saya meninggal karena kejang-kejang akibat mengetahui anak saya jadi korban, saya tidak akan segan untuk bunuh dia," ungkapnya penuh amarah.

YY menjelaskan kecurigaan itu muncul saat melihat anaknya mengalami perubahan dalam tubuhnya.

Waktu itu tiga hari setelah Lebaran tahun 2021, anaknya sedang menjalani liburan di rumahnya.

Saat malam tiba anaknya meminta dia untuk mengantarnya ke WC pada malam hari.

"Awalnya, saya tidak curiga apa- sama anak saya."

"Setelah nganter anak saya BAB di belakang malam-malam, anak saya kok jalannya begini," ungkapnya.

Ia tidak langsung menanyakan hal tersebut tapi lebih memilih mendatangi seorang kiai untuk berkonsultasi tentang kondisi anaknya itu.

Setelah beberapa kali konsultasi akhirnya anaknya mau terbuka kepada ibunya dan mengungkapkan bahwa ia sudah memiliki anak.

"Akhirnya, anak saya terbuka mengaku sama ibunya, bahkan (mengaku) sudah punya anak," ucapnya.

Baca juga: Kabid Humas Ungkap Alasan Tak Merilis Guru Pesantren yang Menghamili Belasan Santri, Ini Sebabnya

Anak korban saat itu sudah berusia 1,5 tahun dan selama itu pihak keluarga tidak curiga karena korban jarang pulang.

Korban pulang ke kampungnya hanya pada hari-hari tertentu seperti hari raya atau keperluan mendesak.

Menurut YY, anaknya tersebut sempat menolak saat dipaksa untuk melakukan hubungan badan dengan sang guru bejat.

Percobaan pertama gagal, bahkan menurutnya baju anaknya tersebut sempat ditarik hingga sobek.

"Lalu beberapa hari kemudian dia diajak ke kantor apa saya kurang paham."

"Nah, di situ kata anak saya diajak ke hotel," ungkapnya.

Setelah kejadian itu, menurutnya, saat ini anaknya tidak mau sekolah, lebih murung dan pendiam.

Ia berharap pelaku dihukum dengan berat dengan cara dikebiri, karena telah merusak masa depan dan kebahagiaan anaknya.

"Saya ingin (pelaku) dihukum seberat-beratnya, ya."

"Kalau kata orang lain mah dikebiri lah, soalnya apa?"

"Sakitnya orang tua sakitnya anak, sampe sekarang aja anak saya itu ga mau sekolah, putus sekolah," ungkapnya.

Sementara itu, keluarga korban lainnya, RL (32), berharap pelaku dihukum dengan berat seperti kebiri dan hukuman mati.

Ia juga berharap ada pendapingan secara masif terhadap korban dan anak-anak korban termasuk jaminan mereka ke depannya bisa sekolah.

"Saya berharap dari sisi hukum pelaku dihukum seberat-beratnya, minimal kebiri maksimal hukuman mati,"

"Kemudian pendampingan kepada masing-masing korban dan anak-anak korban, terutama di sisi mental dan jaminan untuk meneruskan sekolah," ucapnya. 

Sementara itu dikabarkan, Pesantren Tahfidz Madani tempat Herry Wirawan mengajar di Cibiru, Kota Bandung, ternyata pembangunannya dibantu oleh orang tua korban.

Pelaku awalnya mengurus pesantren yang berada di Antapani itu bersama istrinya.

"Nah, itu awalnya seperti itu. Selama pesantren itu dibangun, itu dibantu juga oleh orang tua murid. Misalnya ada yang nyumbang kayu, ada yang nyumbang tenaga, tapi mereka tidak tahu anaknya diperlakukan oleh si pelaku seperti itu," ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, Kamis (9/12/2021) malam.

Baca juga: Ada Dugaan Korupsi Dana BOS/BOP di Kasus Herry Wirawan Pemerkosa Santriwati di Bandung

Adapun pesantren yang berlokasi di Antapani diurus oleh istri pelaku.

Pelaku diketahui memiliki istri dan tiga orang anak.

Diah menuturkan, saat kejadian rudakpaksa itu terkuak, jumlah murid di pesantren itu ada 30 orang.

Pesantren itu juga hanya diurus oleh pelaku, Herry Wirawan, sementara pengajar yang lain hanya sesekali datang untuk mengajar para santri.

 
"Mereka diperlakukan (saat) tidak ada orang. Mereka tidur bersama-sama seperti kobong (kamar) gitu. Nah, si pelaku kalau mau itu (merudapaksa), ya main tarik aja (diambil dari kamar)," ucapnya.

Murid yang belajar di pesantren tersebut tidak hanya orang Bandung, tapi juga dari daerah lain seperti, Cimahi, Tasikmalaya, dan Garut.

Menurutnya, orang tua murid memilih pesantren tersebut karena menawarkan pendidikan gratis.

Korban, menurutnya, masih terikat persaudaraan dengan korban lainnya karena sebelumnya saling ajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.

Perilaku bejat Herry Wirawan pertama kali diketahui oleh keluarga korban yang melihat anaknya tengah mengandung.

Kemudian keluarga korban melaporkan hal tersebut ke kepala desa, lalu ke Polda Jabar.

"Ini kebongkarnya oleh seorang ibu yang anaknya di sana, yang melihat ada perubahan dalam tubuh anaknya lalu melaporkan ke kepala desa," ucap Diah. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved