Guru Rudapaksa Santri
Bisikan Misterius Herry Wirawan Sebelum Rudapaksa Santriwati, yang Menolak Langsung Menurut
Para korban juga disuruh membuat proposal agar tempat mereka mendapat bantuan.
Penulis: Sidqi Al Ghifari | Editor: taufik ismail
TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Aksi bejat Herry Wirawan dalam merudapaksa santrinya diungkap oleh pengacara korban.
Pelaku ternyata punya cara untuk meluluhkan korban dengan cara membisikkan sesuatu ke telinga korban saat hendak diajak melakukan perbuatan haram.
"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau. Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai Tribunjabar.id, Jumat (10/12/2021) di Kantor LBH Serikat Petani Pasundan.
Yudi menuturkan bisikan tersebutlah yang membuat korban menjadi mau untuk melayani pelaku.
Bisikan tersebut juga menurutnya dilakukan secara dekat ke telinga korban.
Hingga kini isi bisikan yang disampaikan kepada korban masih menjadi misteri.
"Korban juga seakan tidak mau melaporkan perbuatan pelaku ke orangtuanya, padahal dia setiap tahun pulang kampung," ucapnya.
Selain itu Yudi mengungkapkan kehidupan santriwati di dalam pesantren tersebut tidak sepenuhnya melaksanakan kegiatan belajar melainkan para santriwati dijadikan mesin uang oleh pelaku.
Setiap harinya santriwati tersebut ditugaskan oleh pelaku untuk membuat banyak proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren tersebut.
Hal itu dilakukan sejak pesantren tersebut berdiri dari tahun 2016.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal. Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres. Proposal galang dana," ucap Yudi.
Hal yang lebih mengherankan baginya adalah di dalam pesantren tersebut tidak ada guru perempuan, hanya pelaku seorang yang bertanggung jawab mengurusi puluhan santriwati itu.
Saat kelakuan biadab pelaku terbongkar, diketahui ada 30 santriwati yang berada di pesantren tersebut.
"Dan laki-laki itu tinggal di sana mengajar di sana sendirian tanpa ada pengawasan pihak lain dan ini yang membuat dia melakukan berulang-ulang," ucapnya.
Yudi mengatakan saat ini pihaknya tengah berjuang agar pelaku dihukum kebiri.
Hukuman kebiri bagi pelaku menurutnya masuk akal karena ada satu korban yang diketahui mengalami depresi berat.
Alasan Tak Dirilis
Ini kronologi pengusutan kasus guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung, diduga mencabuli santrinya hingga hamil dan melahirkan.
"Ini kronologi pengungkapan kasus cabul yang diduga dilakukan guru pesantren di Cibiru yang membuat santriwati hamil," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi A Chaniago, di Mapolres Tasikmalaya, Kamis (9/12/2021) siang.
Erdi mengungkapkan, kasus tersebut mencuat Mei 2021 menyusul adanya pengaduan dugaan percabulan oleh guru pesantren terhadap santriwati.
Dari hasil penyelidikan terungkap kasus tersebut sampai mengakibatkan sejumlah korban hamil sebelum kasusnya sendiri dilaporkan.
"Nah, saat itu kami sengaja tidak merilis atau mengekspos kasus tersebut kepada media," ujar Erdi.
Pertimbangannya adalah khawatir ada dampak negatif psikologis maupun sosial kepada para korban.
"Namun begitu penanganan kasus tersebut terus berjalan dan terbukti saat ini memasuki masa persidangan," ujar Erdi.
Polisi juga tidak tinggal diam dalam ikut menangani kondisi para korban melalui Unit Perindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres setempat.
"Kami juga ikut memberikan trauma healing kepada para korban," kata Erdi.
Setelah kasusnya P 21 (berkas lengkap) barulah kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.
"Jadi sekali lagi kenapa tidak kami rilis, karena demi pertimbangan kemanusiaan. Menghindari dampak psikologis dan sosial terhadap para korban," kata Erdi.
Pakai Duit Bantuan untuk Check In
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana menyebut tindak kejahatan yang dilakukan oknum guru pesantren terhadap belasan santriwati di Bandung, bukan hanya menyangkut masalah kejahatan asusila, namun sudah termasuk dalam kejahatan kemanusiaan.
Bahkan, perbuatan terdakwa yang menyalahgunakan kedudukannya sebagai tenaga pendidik, yang seharusnya mengedepankan integritas dan moralitas telah mencoreng citra guru di mata masyarakat.
"Perkara yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, atas nama terdakwa HW, kami dari Kejaksaan Tinggi sangat concern mengawal kasus ini. Karena ini, bukan hanya menyangkut masalah kejahatan asusila tapi ini termasuk dalam kejahatan kemanusiaan. Dan ini sudah menjadi sorotan, bukan hanya di nasional, tapi juga internasional," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Kamis (9/12/2021).
Asep menegaskan, bahwa pihaknya akan memantau terus perkembangan terkait perkara tersebut hingga selesainya masa persidangan.
Bahkan, ia pun mengajak para awak media, untuk bersama-sama mengawal kasus tersebut, dan menginformasikan fakta tambahan yang ditemukan di lapangan, guna menjadi bahan telaahan putusan pengadilan.
"Kami akan pantau terus kasus ini, dan juga mohon bantuan dari rekan-rekan (media) untuk dapat menginformasikan kepada kami, sehingga akan kami lakukan tuntutan semaksimal mungkin terhadap pelaku yang bersangkutan," ucapnya.
Tekait permintaan keluarga korban, agar terdakwa dihukum kebiri, Kajati menuturkan, pihaknya akan melihat berdasarkan fakta persidangan yang akan diputuskan.
"Kita akan lihat nanti seperti apa fakta persidangan yang ditemukan, dan dikaji lebih lanjut kepada yang bersangkutan (terdakwa), karena korbannya ini cukup banyak sampai belasan orang," ujar Kajati.
Asep pun menegaskan, bahwa ancaman hukuman berat pun menanti terdakwa, pasalnya selain menyalagunakan kedudukannya sebagai pendidik, namun juga menjadikan yayasan sebagai modus operandi tindak kejahatannya.
Bahkan berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan, ada dugaan bahwa, terdakwa juga melakukan penyalahgunaan dana yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk dimanfaatkan sebagai kepentingan pribadi, salah satunya menyewa apartemen, hotel, dan sebagainya.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucapnya.
Asep juga meminta, agar semua pihak memantau terus perkembangan perkara tersebut, dan memberikan masukan informasi yang cukup, sehingga pada masa tuntutan, hasil persidangan dapat berlangsung objektif, transparan, dan memberikan keadilan bagi masyarakat.
"Di samping nanti pertimbangan putusan berasal dari keterangan saksi dan korban, tapi juga teman-teman intelijen akan terus melakukan pendalaman-pendalaman informasi. Karena seperti yang saya katakan bahwa ada penyalahgunaan yayasan, maka ada dugaan tindak pidana. Nanti apakah nanti yayasannya akan dibubarkan atau seperti apa, akan kita lihat nanti pada proses penuntutan," ujarnya.
Ia pun berharap, agar perkara ini dapat selesai secara tuntas dan komprehensif, untuk menjadi semacam upaya pencegahan, agar tindak kejahatan seperti ini tidak terulang kembali.
Menurutnya, sebagai wakil dari negara dan masyarakat, disamping pihaknya melakukan proses penuntutan, tapi juga melindungi dan berempati kepada para korban, maka, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), termasuk misalnya akan ada perlindungan kompensasi secara materil dan imateril yang menjadi hak-hak para korban.
"Kami pun berkomitmen untuk terus memberikan perlindungan bagi perempuan terutama, para santri, yang memiliki niat mulia untuk mendalami ilmu atau pemahaman agama," katanya.
Baca juga: Pilu Orangtua Santriwati Korban Rudapaksa Guru Ngaji di Bandung saat Disodori Bayi, Semua Menangis