Setelah Jalan Kaki Untuk Unjukrasa, Massa Buruh Jajan Cilok hingga Baso Tahu di Gedung Sate
Massa buruh dari berbagai daerah di Jabar berunjukrasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (17/11).
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Mega Nugraha
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Massa buruh dari berbagai daerah di Jabar berunjukrasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (17/11).
Mereka berunjuk rasa, di antaranya mengenai penolakan UU Cipta Kerja dan tuntutan kenaikan upah minimum.
Sebagian besar massa berdatangan pukul 13.00, setelah berjalan kaki sepanjang Jalan Pasteur dan Jalan Layang Pasupati.
Setelah sampai, mereka beristirahat sejenak di depan Gedung Sate, menikmati jajanan yang dijajakan puluhan PKL. Mulai dari cuankie, cilok, baso tahu, mie bakso hingga berbagai minuman ringan dan makanan ringan lainnya.
Belum sampai berorasi, pihak kepolisian terlebih dulu meminta para pengunjuk rasa untuk menerapkan protokol kesehatan. Mengenakan masker dan menjaga jarak. Hal ini mengingat Kota Bandung masih menjalani PPKM Level 2.
Baca juga: Yana Hilang Misterius di Jalan Cadas Pangeran, Sempat Kirim Pesan Suara ke Istri
Kelompok massa yang pertama kali datang di antaranya Serikat Pekerja Nasional dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia.
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI, Roy Jinto Ferianto, mengatakan pihaknya menyuarakan mogok daerah dan mogok nasional menjelang akhir 2021.
Hal tersebut sebagai bentuk protes terhadap UU Cipta Kerja dan bentuk kekecewaan mereka terhadap pemerintah yang dinilai kurang memperhatikan aspirasi buruh dan pekerja dalam penetapan upah minumum 2022.
"Mogok nasional dan mogok daerah terpaksa kaum buruh lakukan karena pemerintah memaksakan kehendak untuk mendegradasi hak-hak kaum buruh," katanya melalui ponsel, Rabu (17/11).
Serikat pekerja dan serikat buruh di tingkat nasional dan daerah, katanya, sudah sepakat untuk melakukan mogok daerah dan nogok nasional dengan dengan sejumlah tuntutan.
Baca juga: Kisah Polisi Baik di Bandung Viral di Media Sosial Sisihkan BBM untuk Lansia yang Kehabisan Bensin
Tuntutam pertama, katanya, meminta MK membatalkan UU Cipta Kerja. Kemudian menuntut penetapan Upah Minimum Tahun 2022 naik sebesar 10 persen.
"Mogok akan kita lakukan sebelum penetapan Upah Minimum Tahun 2022 dan di bulan Desember 2022, apabila MK tidak membatalkan UU Cipta Kerja yang menurut kami bertentangan dengan UUD 1945 dan UU 12 tahun 2011," katanya.
Ia menekankan dalam fakta-fakta persidangan, semua ahli menyatakan bahwa metode Omnibus Law tidak dikenal dalam UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Karenanya, buruh pun mendesak MK memnatalkan UU tersebut.
Mengenai upah minimum, ia mengatakan para buruh menuntut pemerintah untuk menetapkan upah minimum 2022 tanpa menggunakan formula perhitungan PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Alasannya, UU Cipta Kerja yang diuji secara formil dan materil di Mahkamah Konstitusi belum ada putusan, dan kita sedang menunggu jadwal sidang pembacaan putusan, karena PP 36 Tahun 2021 merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja dan UU-nya sedang diuji," katanya.
Pemerintah, katanya, harus menghormati proses hukum di MK dengan menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja, termasuk peraturan turunannya sampai adanya putusan MK baik secara formil dan materil.
"Penetapan upah minimum berdasarkan PP 36 tahun 2021 menghilangkan hak buruh melalui Dewan Pengupahan untuk berunding karena semua data-data sudah diputuskan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS sehingga fungsi Dewan Pengupahan hanya legitimasi dan mengamini saja," kata Roy.
Dengan demikian, kata Roy, hal tersebut bertentangan dengan Konvensi ILO 98 tentang Hak Berunding Bersama dan juga Kepres Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
Dalam PP 36 Tahun 2021, kata Roy, disyaratkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kabupaten atau kota tiga tahun terakhir. Sedangkan faktanya, tidak semua kabupaten dan kota menghitung dan merilis pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan tersebut.
"Jauh-jauh hari kita teman-teman di kabupayen/kota sudah mencoba meminta data-data tersebut ke BPS kabupaten/kota namun BPS tersebut menyatakan tidak mempunyai data-data yang dibutuhkan. Tiba-tiba muncul Surat Edaran Menaker RI tanggal 9 Nopember 2021 mengenai data-data pertumbuhan ekonomi se-Indonesia, kami sangat meragukan data-data yang disampaikan Menaker tersebut," katanya.
Dalam sejarah pengupahan, ujarnya, baru kali ini di Indonesia dalam penetapan Upah Minimum diatur mengenai ambang atas dan ambang bawah.
"Kalau penerapan ambang atas dan ambang bawah diterapkan, sudah dapat dipastikan upah buruh beberapa tahun ke depan tidak akan naik. Kalaupun naik hanya berkisar Rp 18 ribu," katanya.