PLTS Atap
Menakar Potensi PLTS Atap Kawasan Industri di Jabar: Potensi Melimpah Energi Hijau di Atap Industri
Energi surya tercatat menjadi potensi energi baru terbarukan terbesar di Indonesia. Namun demikian, pemanfaatannya masih harus terus didorong
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Energi surya tercatat menjadi potensi energi baru terbarukan terbesar di Indonesia. Namun demikian, pemanfaatannya masih harus terus didorong berbagai pihak demi menciptakan energi bersih dan ramah lingkungan di Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI mencatat potensi energi baru terbarukan di Indonesia sebanyak 443,1 GW. Namun, yang sudah terpasang dan dimanfaatkan baru 6,83 GW.
Dari total potensi yang ada berdasarkan data ESDM ini, potensi energi surya menjadi yang terbesar, yakni mencapai 207,9 GW. Kemudian potensi energi air sebesar 75 GW, Angin 60 GW, Bioenergi 32,7 GW, Panas Bumi 29,5 GW, Mini dan Mikrohidro 19,4 GW, dan Arus Laut 17,9 GW.
Baca juga: Menakar Potensi PLTS Atap Kawasan Industri di Jabar : Pacu Penggunaan 100% Energi Baru Terbarukan
Project Manager Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia, Agus Praditya Tampubolon, mengatakan potensi energi surya menyebar di seluruh wilayah Indonesia.
Berbeda dengan potensi energi lainnya, seperti air, angin, dan bayu, yang hanya terdapat di sejumlah kawasan.
Berbeda dengan Kementerian ESDM yang menyatakan potensi energi surya sebesar 207,9 GW, Institute for Essential Services Reform (IESR) yang telah melakukan pemetaan detail menyatakan potensi energi surya di Indonesia mencapai 19.835 GWp, dan dapat menghasilkan listrik sebesar 26.972 TWh per tahun.
Jika potensi energi surya ini dibandingkan dengan angka produksi atau konsumsi energi listrik di Indonesia pada 2020 yang mencapai 272,42 TWh, katanya, maka seluruh kebutuhan listrik Indonesia bisa dipasok dari pembangkit listrik energi surya saja.
"Apakah kebutuhan listrik Indonesia dapat dipenuhi dari panel surya saja, jawabannya ya. Potensi surya kita sangat besar dan belum dimanfaatkan," kata Agus melalui kegiatan virtual yang dilaksanakan CASE, Kamis, 16 September 2021.
Panel-panel surya ini pun, ujarnya, bisa dipasang di berbagai tempat atau atap bangunan, dari mulai tempat komersial, rumah, sampai industri.
Karenanya, berbagai kemudahan dalam pemasangan panel-panel surya serta potensinya yang besar ini seharusnya bisa menjadi pemicu berbagai pihak dalam memanfaatkan energi surya di Indonesia.
Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan pada Institute for Essential Services Reform (IESR) yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Marlistya Citraningrum, menuturkan sangat mengapresiasi berbagai upaya pemanfaatan energi surya di Indonesia.
Khususnya di Jawa Barat, kata Marlistya, sektor industri sudah melangkah untuk memanfaatkan potensi energi surya dnegan memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap bangunan industrinya.
Baca juga: Menakar Potensi PLTS Atap Kawasan Industri di Jawa Barat : Panen Energi Surya di Atap Industri
Ia mengatakan menurut data AESI, pengembangan energi surya di Indonesia dalam tiga tahun terakhir memang memimpin energi baru terbarukan. Kapasitas terbesarnya dilakukan sektor komersial dan industri.
"Salah satunya disebutkan banyak sekali perusahaan multinasional bergerak untuk menggunakan energi terbarukan 100 persen," kata Marlistya dalam sebuah diakusi virtual yang diselenggarakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jabar, 14 Oktober 2021.
Perusahaan-perusahaan multinasional yang tengah berlomba-lomba menggunakan 100 persen energi baru terbarukan ini, ujar Marlistya, seharusnya menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mengejar realisasi target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
"Ini menjadi kesempatan baik bagi pemerintah ataupun penyedia listrik seperti PLN untuk bisa menjawab kebutuhan industri dan komersial dalam menggunakan untuk energi baru terbarukan," tuturnya.
Dengan demikian, ujar ia, akan ada antisipasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan PLN, baik memastikan keandalan jaringan tetap terjaga sekaligus tetap mampu menjawab kehendak konsumen untuk menggunakan energi baru terbarukan.
"Karena sebenarnya energi surya ini adalah energi yang demokratis, setiap orang bisa pakai dalam skala apa saja dan kita tidak bisa melarang siapapun untuk menggunakan sumber energi yang mereka pilih," ujarnya.
Ketua Umum Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia, Surya Darma, mengatakan mulai banyaknya industri di Jawa Barat yang menggunakan PLTS Atap, dan tengah menuju penggunaan 100 persen energi baru terbarukan, menjadi angin segar bagi masa depan energi bersih di Indonesia.
"Jawa Barat ini memang selalu menjadi inisiator dalam banyak hal, khususnya untuk energi terbarukan. Dulu pernah Jawa Barat itu memproklamirkan diri sebagai lumbung energi terbarukan, kemudian pernah juga Jawa Barat memproklamirkan diri menjadi daerah penghasil panas bumi terbesar," katanya.
Upaya ini, kata Surya Darma, merupakan awalan yang sangat baik dan sekarang mulai mengarah ke penggunaan PLTS Atap. Apalagi di Jawa Barat, banyak industri besar dan banyak juga yang sudah menyatakan akan menggunakan energi baru terbarukan.
"Kami melihat potensi energi surya di seluruh Indonesia cukup besar, bisa 194 GWp sampai bahkan 655 GWp. Artinya lebih besar dari listrik yang dibangkitkan PLN saat ini. Listrik yang dibangkitkan oleh PLN itu sekitar 70 GW," katanya.
Berapapun angka potensi energi surya di Indonesia, katanya, angka-angka ini berarti sebuah peluang luar biasa bagi PLTS Atap. Jika industri memasang PLTS Atap, minimal akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan industrinya sendiri.
Apalagi, kata Surya Darma, industri-industri yang masuk kelompok RE100, yakni menjadi industri yang berkomitmen untuk menggunakan 100 persen energi terbarukan bagi operasional mereka, pemasangan PLTS Atap ini bahkan menjadi tuntutan.
Dengan potensi energi surya yang melimpah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, selayaknya disambut baik oleh berbagai pihak untuk melakukan transisi energi menuju energi terbarukan yang terbukti mengurangi laju pemanasan global.
Sesuai prinsip pentahelix yang dipegang Pemerintah Provinsi Jawa Barat, transisi energi ini tidak cukup dilakukan oleh pemerintah saja, namun harus dilakoni bersama unsur lainnya, yakni dunia usaha, akademisi, komunitas, dan media massa.