Order Fiktif di Bandung, Polisi Tunggu Laporan Soal COD Fiktif, Agar Pelaku Bisa Diungkap
Polisi menunggu pihak yang dirugikan memberikan laporan mengenai order fiktif.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Polisi masih menunggu laporan terkait serangkaian kasus orderan fiktif yang belakangan kembali terjadi di Kota Bandung.
Jumat, 17 September, puluhan pengemudi ojek online (ojol) datang silih berganti mengantar berbagai pesanan ke kediaman Yanyan Kurnia (26) di Jalan Cikaso, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying Kidul.
Padahal, Yanyan Kurnia dan keluarganya tak pernah memesan semua yang diantar para pengemudi ojol tersebut.
"Hari itu, kalau dihitung-hitung, ada mungkin sampai 40 driver yang datang antar pesanan fiktif," ujar Yanyan saat ditemui di Jalan Cikaso, tak jauh dari rumahnya (Tribun Jabar, Senin 20/9).
Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP Rudi Trihandoyo, mengatakan polisi pasti akan menindaklanjuti semua laporan yang masuk, termasuk soal orderan fiktif ini.
"Belum, kami belum menerima laporan atau aduan soal kasus COD (cash on delivery) fiktif ini," ujarnya saat ditemui di Jalan Kosambi, Kota Bandung, Senin (20/9).
Namun, demikian, ujar Kasatreskrim, jika ada informasi-informasi lanjutan, mereka pasti akan memberi tahu.
"Satu pintu melalui humas," ucapnya.
Dihubungi melalui telepon, Minggu (19/9/2021), Wakil Ketua Komisi 2 Bidang Komunikasi dan Edukasi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Firman Turmantara Endipraja, mengatakan order fiktif tak lagi bisa dikategorikan sebagai perbuatan iseng, melainkan kriminal.
Polisi, ujar Firman, sebenarnya bisa segera menindaklanjuti kasus ini agar gasus-kasus serupa tidak lagi terjadi.
Salah satunya dengan melacak nomor handphone dari pelaku (pemesan), termasuk meminta keterangan dari pemilik rumah, apakah pemilik rumah tersebut memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara fakta, atau justru terlibat dengan perbuatan dari pelaku.
"Pelacakan dapat dilakukan meskipun nomor handphone pemesan tersebut dalam keadaan non aktif, karena setiap nomor memiliki kode khusus (IMEI) yang dapat ditelusuri keberadaannya," ujar Firman.
Kejahatan dengan modus orderan fiktif, sebenarnya juga bukan kali pertama terjadi.
Tahun lalu, modus serupa juga sempat marak terjadi.
Tak hanya di kota-kota di Jawa Barat, tapi di kota lainnya, termasuk Jakarta dan Yogyakarta.
Polanya sama, paket dikirim dengan sistem COD, di mana penerima diharuskan membayar barang dan ongkos kirir kepada kurir ekpedisi tepat setelah menerima paket.
Umumnya, sekalipun merasa tak pernah melakukan pemesanan, pemilik alamat tujuan akhirnya melakukan pembayaran karena kasihan pada para pengemudi ojek online, yang juga menjadi korban lantaran kebagian "tugas" mengantar barang dari orderan fiktif yang tidak mereka ketahui itu ke alamat tujuan.
Yanyan mengatakan, Jumat (17/9) itu, orang tuanya dan sejumlah warga di Jalan Cikaso juga sempat berinisiatif untuk tetap membayar pemesanan dengan sistem COD itu meski merasa tak pernah memesan.
Namun, para driver ternyata menolak. Mereka memilih untuk berkoordinasi dengan perusahaannya masing-masing untuk menjelaskan apa yang terjadi.
"Kasihan para driver itu menjadi korban dari perbuatan pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Yanyan.
Yanyan juga berharap pihak berwajib dapat turun tangan menangkap orang-orang yang telah melakukan pemesanan makanan dengan identitas dan alamat fiktif ini.
"Saya berharap mereka mendapatkan hukuman biar jera. Malah saya juga baca-baca di media sosial bahwa kejadian seperti ini bukan yang pertama kali, dan terjadi di kota lainnya, bahkan kerugiannya ada yang mencapai jutaan rupiah," katanya.(nandri prilatama/cipta permana)
Baca juga: Marak Order Fiktif COD di Bandung, Driver Ojol Rugi, Ini Kata Kasatreskrim Polrestabes Bandung
