Satu Dekade Program Biogas Rumah, Limbahnya Pun Menghasilkan Uang
Selain memanen cacing tanah, Aep juga mendapat pemasukan tambahan lagi menjual pupuk kascing atau bio-sullury kering sisa pakan yang difermentasi
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID- Program Biru memberikan banyak sekali manfaat. Selain menghasilkan biogas, pengelolaan kotoran sapi juga menghasilkan limbah berupa bio-slurry.
Hasil dari pengelolaan biogas berbentuk lumpur yang masih mengandung nutrisi.
Ini pula yang belakangan ditekuni Aep Saepulloh (38), Kampung Areng, Desa Cibodas, Kabupaten Bandung Barat.
Selain mengambil manfaat gas sebagai sasaran utamanya, Aep juga memanfaatkan bio-slurry sebagai pupuk dan pakan cacing tanah (Lumbricus rubellus).
Sehari-hari, selain memberi pakan sapi, Aep memang terlibat dalam budidaya cacing tanah. Hasilnya bisa lumayan.
Dalam satu bulan, Aep dapat memanen cacing tanah hingga satu kwintal. Per kilogram cacing tanah, Aep jual Rp 22 ribu kepada bandar yang menyalurkan cacing tersebut ke sejumlah daerah untuk kebutuhan obat dan kosmetik.
Baca juga: Pemanfaatan Energi Alternatif Biogas, Ini Kunci Jawaban Belajar dari Rumah TVRI untuk Kelas 4-6 SD
"Dari cacing panennya paling lama satu bulan setengah, paling cepat satu bulan. Kotoran sapi itu bisa jadi energi terbaru dan ekonomi terbaru juga," katanya.
Selain memanen cacing tanah, Aep juga mendapat pemasukan tambahan lagi menjual pupuk kascing atau bio-sullury kering sisa pakan yang sudah difermentasi oleh cacing. Setiap bulan, ia bisa menghasilkan 10 karung pupuk kascing.
"Sllury yang sudah difermentasi cacing, otomatis kering. Kita ambil, terus diayak. Setelah jadi pupuk, kita jual satu karungnya itu Rp 30 ribu kalau diantarkan, kalau diambil ke sini Rp 25 ribu," katanya.
Yudhi Utomo, peneliti dari Universitas Negeri Malang, mengatakan pupuk kascing ini memiliki kandungan unsur hara yang banyak, seperti nitrogen 1,79 persen, kalium 1,79 persen, fosfat 0,85 persen, kalsium 30,52 persen, dan karbon 27,13 persen.
Kandungan ini sangat efektif untuk menggemburkan tanah dan membuat tanaman menjadi subur, bila dibandingkan dengan kandungan pada pupuk kimia.
Baca juga: Warga Kampung Areng Tak Lagi Cemas Memasak, Biogas Mengalir Sendiri dari Pekarangan
Ucep Mardiana (35), salah satu petani asal Kampung Babakan Gentong, Desa Cibodas, Kabupaten Bandung, sudah lama menggunakan pupuk kascing untuk tanamannya. Sebelum mengenal pupuk kasing, Ucep terbiasa menggunakan pupuk organik.
"Pupuk organik kan mahal, ada yang Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu satu karung. Kalau pupuk sluri itu murah cuma Rp 25 ribu, bisa dipakai untuk 500-1.000 pohon. Jadi mengurangi pengeluaran," ujar Ucep.
Bermodalkan sapi, kini Aep dan warga lain di Kampung Areng tak hanya menikmati gas untuk memasak, lebih dari itu mereka memiliki sumber penghasilan baru dari program BIRU.