Manfaatkan Marketplace, Penjualan Brand Lokal Meningkat, Bantu Pengrajin Sandal di Kampung Paletok
Bisnis yang dimulai sejak Maret 2021 ini pun melaju pesat dengan memanfaatkan marketplace untuk proses penjulannya.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Bisnis online menjadi hal digeluti oleh masyarakat di masa pandemi.
Apalagi setelah banyaknya toko dan mal yang harus tutup di masa pandemi, membuat para pengusaha harus merubah strategi penjualan menuju digital.
Hal ini pun dibuktikan oleh Sixtynine Project yang fokus di bisnis footwear yaitu sendal saat pandemi berlangsung.
Bisnis yang dimulai sejak Maret 2021 ini pun melaju pesat dengan memanfaatkan marketplace untuk proses penjulannya.
Founder Sixtynine Project, Taufik Maulana Nugraha mengatakan bahkan dalam sebulan ia bisa menjual 1000-2000 pasang sepatu.
"Proses menjalani bisnis ini tidak instan, sebelumnya saya bekerja di bank dan resign, lalu mencoba bisnis pakaian, sepatu namun gagal," ujar Taufik saat ditemui di tempat produksi Sixtynine di Babakan Gombong, Desa Sukajadi, Soreang, Jumat (20/8/2021).
Ketika memulai bisnis Sixtynine Project, Taufik menceritakan ia memanfaatkan modal pesangonnya dan membuat sepatu 200 pasang dengan 5 artikel yang berbeda.
Menariknya adalah Taufik justru memiliki bengkel produksi sendiri dalam membuat sandal dengan model yang sedang hits ini.
Baca juga: Akses eform.bri.co.id/bpum atau banpresbpum.id, Cek Penerima BLT UMKM Rp 1,2 Juta, Ini Caranya
Berada jauh di perkotaan, bengkel produksi Sixtynine Project justru adalah bisnis rumahan yang berada di pertengahan sawah dengan pemandangan yang hijau.
Kepala produksi Sixtynine Project, Dedi Efendi mengatakan wilayah ini memang di kenal dengan nama Kampung Paletok Group.
"Paletok adalah istilah membuat sepatu karena sudah sejak tahun 80-an warga di sini adalah pengrajin sepatu," ujar Dedi.
Ia menceritakan, awal mula munculnya kampung ini adalah karena para pengrajin bekerja di Cibaduyut dan lama kelamaan maklun hingga membuat sentra sendiri.
Warga disini pun sudah sejak kecil belajar membuat sepatu atau sandal, sehingga kampung ini selalu melahirkan pengrajin baru.
"Saya juga belajar dari tetangga, biasanya belajar bikin sepatu sejak pulang sekolah akhirnya mereka bisa belajar sendiri," ucapnya.
Proses belajar membuat sepatu ini dikatakan Dedi biasanya memakan waktu 3 bulan.
Baca juga: Cara Cari Nama Penerima BLT UMKM di BRI & BNI, Bantuan Tak Rp 2,1 Juta, Ini Penjelasan Kemenkop UKM
Hadirnya brand lokal yang kini berkembang pesat di penjualan online ini, dikatakan Dedi, pun membantu warga sekitar untuk tetap berkarya.
"Di kampung ini ada 10 bengkel, untuk produksi Sixtynine Project ini terdapat 30 pengrajin yang membuat sandal," ucapnya.
Produksi sandal Sixtynine ini dibuat secara handmade dan kualitasnya pun cukup bersaing dengan brand lokal lainnya.
Sementara itu Taufik memberikan tips memulai bisnis saat pandemi adalah dengan tetap fokus ke dunia digital.
"Fokus ke online, main digital marketing karena mau tidak mau bisnis offline pasti akan tergerus dan kebiasaan masyarakat untuk belanja online terus tumbuh," ucapnya.