Sejarah Lapas Sumedang, Dari Lonceng Belanda Hingga Sumur Tua, Airnya Dipercaya Bisa Sembuhkan Ini
Lapas Sumedang memiliki sejarah zaman hindia Belanda dari mulai lonceng hingga adanya sumur tua yang airnya dipercaya bisa sembuhkan penyakit
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Siti Fatimah
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Gemercik air dari empat kolam pembenihan ikan koi membuat suasana Lapas kelas IIB Sumedang, Jawa Barat semakin tenang.
Suaranya seperti membawa pengunjung bui itu ke suasana pada masa awal penjara didirikan di zaman penjajahan Belanda.
Betapa tidak. Sebelum suara gemercik air terdengar, di dekat pintu masuk, ada sebuah lonceng besar seukuran setengah drum, buatan Peter Seest, seorang direktur perusahaan pengecoran khusus lonceng dan dan senjata api asal Amsterdam.
Baca juga: Satu Titik di Lapas Sumedang Ini Tanpa CCTV, Ribuan Obat Terlarang Dilempar ke Dalam Lapas
Perusahaan Seest pula yang menyuplai meriam untuk Perusahaan Dagang Hindia Belanda (VOC).
Dahulu, VOC memang memerlukan meriam untuk membantu rakyat berperang mengusir penjajah Spanyol.
Di tubuh lonceng raksasa itu, tertulis nama Peter Seest berikut tahun pembuatannya 1771.
Lonceng itu memang kini hanya replika. Lonceng asli dari tempat itu dipindahkan ke Kantor Dirjen Pemasyarakatan di Jakarta pada 2018.
"Lapas Sumedang ini memang penuh sejarah. Didirikan pada tahun 1771," kata Kepala Lapas kelas IIB Imam Sapto kepada Tribun Jabar.id saat ditemui di Lapas Sumedang, Sabtu (21/8/2021).
Baca juga: Razia Narkoba hingga Senjata Tajam, Petugas Gabungan Malah Temukan Barang Ini di Lapas Sumedang
Sapto tidak menjelaskan mengapa lonceng itu dipindahkan dari tempat asalnya dan diganti dengan replika lonceng yang terbuat dari kayu.
Padahal, jika melihat angka tahun 1771 pada tubuh lonceng itu yang sama dengan tahun berdiri Lapas Sumedang, siapapun yang datang ke Lapas itu mungkin akan berfikiran bahwa lonceng itu dibuat spesial untuk Sumedang.
Dari sekitar kolam ikan koi, mata bisa digelindingkan ke sekeliling bangunan Lapas.
Bangunan itu dikelilingi benteng yang setiap sudutnya tidak seperti siku-siku, namun landai nyaris seperti garis lingkaran.
Benteng itu pula bagian dari nilai sejarah Lapas Sumedang. Semula, benteng yang dibuat Belanda itu hanya setinggi 4 meter. Namun, kini ditinggikan hingga menjadi sekitar 5 meter.
Baca juga: Terkendala di Laboratorium, Hasil Swab Test Narapidana dan Petugas Lapas Sumedang Belum Keluar Semua
Dahulu di atasnya dipakai kawat berduri, namun kini diganti dengan penutup terbuat dari seng.
"Disesuaikan dengan kebutuhan keamanan, ya dilakukan sejumlah perbaikan," kata Sapto.
Sapto mengatakan, Lapas kelas IIB Sumedang hanya memiliki 23 kamar tahanan, yakni 7 unit kamar di blok Asahan, 7 unit kamar di blok Brantas, 3 unit kamar di blok Citarum, 2 unit kamar di blok Mapenaling, 1 kamar di blok wanita dan 3 kamar strap sel (penjara pengasingan di tempat terbatas).
Dari sebanyak itu, dua blok yakni Asahan dan Brantas adalah blok yang berada paling awal seiring dengan Lapas tersebut dibangun.
Bukan hanya blok penjara yang tua, ada pula sumur tua.
Sejumlah kisah menarik berkaitan dengan sumur yang dipercaya memiliki air berkhasiat.
Tak sedikit orang percaya bahwa air dari sumur tersebut memiliki khasiat menyembuhkan penyakit.
Misalnya, untuk mengusap bagian tubuh yang luka, dan lain sebagainya.
Sapto berkisah, yang menggunakan air dari sumur tua itu bukan hanya masyarakat biasa, namun juga dari kalangan elit, seperti Raja di Karaton Sumedang Larang.
"Apalagi masyarakat umum, sering datang untuk meminta air itu. Itu kan kepercayaan masyarakat bahwa air bisa membawa kesembuhan, kami sendiri mempersilakan," kata Sapto.
Bangunan Lapas Sumedang memang bernilai sejarah.
Namun, pengurus Lapas mengeluhkan kondisinya yang kini melewati kapasitas tampung.
Lapas yang berdiri di atas tanah seluas 3000 meter persegi itu sejatinya hanya cukup untuk menampung 100 orang narapidana. Namun, kini Lapas dihuni oleh 279 orang. Sudah lewat batas 179 orang.
"Ya, seharusnya ini direlokasi. Kami sudah berbicang dengan Bupati Sumedang, semoga Pemerintah Kabupaten bersedia menghibahkan tanahnya untuk pembangunan Lapas. Koordinasi masih terus dilakukan begitu juga dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham)," katanya