Stok Oksigen Medis Pasien Covid-19 di RSUD Kota Bandung Hanya Cukup Hingga Pukul 00.00
RSUD Kota Bandung terancam tidak bisa penuhi kebutuhan oksigen medis untuk pasien Covid-19. Stok yang ada hanya cukup hingga malam nanti.
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Mega Nugraha
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - RSUD Kota Bandung terancam tidak bisa penuhi kebutuhan oksigen medis untuk pasien Covid-19 maupun pasien lain yang membutuhkan oksigen medis. Pasalnya, kebutuhan oksigen medis di RSUD Kota Bandung hanya cukup hingga malam ini.
"Oksigen yang ada saat ini untuk kebutuhan pasien yang dirawat di ruang isolasi, IGD Non Covid dan OK (operasi yang emergency) diperkirakan bisa sampai 12.00 malam. Dan sekarang menanyakan lagi ke vendor jawabannya belum pasti pengiriman oksigen jam berapa," ujar Direktur Utama RSUD Kota Bandung, Mulyadi saat dihubungi pada Senin (5/7/2021).
Baca juga: UPDATE Obat Covid-19, BPOM Keluarkan Izin Edar Darurat untuk Dua Obat Ini, Harus Resep Dokter
Menurutnya, kelangkaan oksigen itu karena vendor atau distributornya belum dapat menjamin pendistribusian oksigen ke RSUD Kota Bandung secara rutin sesuai kebutuhan saat ini.
"Pendistribusian oksigen ke RSUD Kota Bandung para distributornya belum dapat menjamin apalagi sekarang banyak pasien-pasien covid yang lagi dirawat," ujarnya saat dihubungi, Senin (5/7/2021).
Kepala Dinkes Kota Bandung, dr Ahyani Raksanagara mengungkapkan hasil laporan peninjauan oksigen per Minggu (4/7/2021) pukul 16.00 WIB di 29 rumah sakit, di antaranya kebutuhan oksigen 35.754,05 m³ per hari dengan ketersediaan hanya 16.222,55 m³, dan estimasi habis sekitar 0,45 hari.
"Itulah sebabnya rumah sakit-rumah sakit lakukan buka tutup pasien covid. Yang butuhkan oksigen itu kan bukan hanya di Kota Bandung melainkan seluruh Indonesia," ujarnya.
Angka Kematian Covid-19 Meningkat Jika Oksigen Terus Langka
Rumah sakit di Kota Bandung terancam kolaps karena minimnya pasokan tabun oksigen medis untuk pasien Covid-19 maupun pasien penderita penyakit lain yang memerlukan oksigen medis.
Epidemiolog Universitas Islam Bandung (Unisba), dr. Fajar Awalia Yulianto mengatakan, kondisi itu diakibatkan tingginya permintaan oksigen di masyarakat. Sehingga rantai distribusi yang semula telah terjadwal dengan baik, berubah total.
"Kelangkaan oksigen medis karena hampir semua orang berburu oksigen untuk berjaga-jaga jika ada anggota keluarganya yang mengalami keluhan sesak nafas," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Senin (5/7/2021).
Bahkan, bila kelangkaan oksigen medis ini tidak segera ditangani, berpotensi meningkatkan angka kematian pasien terkonfirmasi Covid-19 yang tengah menjalani perawatan di rumah sakit.
"Kelangkaan oksigen di rumah sakit jelas akan pengaruhi angka kematian pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit," kata dia.
Baca juga: Kapan Harus ke Rumah Sakit Saat Isoman? Bila Saturasi Oksigen di Bawah 95% Segera ke Rumah Sakit Ini
Lantas, bagaimana jika pasien Covid-19 bergejala tidak bisa dirawat di rumah sakit lalu akhirnya menjalani isolasi mandiri di rumah.
"Itu sebabnya telemedicine sekarang akan menjadi program yang digulirkan RK (Ridwan Kamil) untuk penduduk Jabar. Sesak nafas merupakan keluhan subyektif, harus dinilai secara obyektif. Petugas medis paramedis menentukan urgensi oksigen untuk setiap keluhan sesak," katanya.
Hanya saja, jika merujuk pada tingkat saturasi oksigen normal manusia dewasa yakni di atas 95 persen, bagaimana jika pasien Covid-19 yang isolasi mandiri di rumah tiba-tiba sesak nafas dengan saturasi di bawah 90 persen berdasarkan alat ukur oxymeter, kata dia, belum tentu itu perlu oksigen.
"Masih ada teknik proning untuk menunggu oksigen datang," katanya.
Proning merupakan teknik yang membantu paru-paru mengalirkan oksigen ke seleuruh tubuh. Saat mau memulai teknik proning, posisikan tubuh dalam kondisi berbaring,posisi tengkurap di permukaan datar seperti tempat tidur selama 30 menit hingga 2 jam.
Kemudian ganti posisi dengan berbaring menghadap kanan dengan durasi yang sama. Lalu, ganti posisi duduk dengan posisi 30 hingga 60 derajat. Setelah duduk, lakukan posisi berbaring menghadap kiri dengan durasi yang sama. Lalu, ganti ke posisi semi tengkurap. Lakukan semua posisi tadi dengan masing-masing berdutrasi 30 menit hingga 2 jam.
Dengan penjelasannya itu, dr Fajar Awalia Yulianto menerangkan, tidak semua pasien covid-19 memerlukan oksigen medis. Kecuali ada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.
Dengan kelangkaan oksigen saat ini, pasien Covid-19 gejala berat dan kritis yang menjalani perawatan di rumah sakit berhak mendapat prioritas.
Selain itu, Fajar menuturkan, meski di tengah kelangkaan, bukan berarti masyarakat harus panic buying dalam memburu ketersediaan oksigen. Baik untuk dikonsumsi secara pribadi maupun upaya penimbunan barang dengan tujuan keuntungan ekonomi.
"Tolong jangan panic buying. Lebih baik beli sesuai kebutuhan. Apalagi, sekarang banyak saudara-saudara kita yang sedang dirawat di rumah sakit, yang jauh lebih membutuhkannya dan kita bisa menolong dengan berpikir secara logis," ucapnya.
Baca juga: Penutupan Ruas Jalan Protokol di Purwakarta di Majukan Dua Jam Lebih Cepat di Masa PPKM Darurat
Ia berharap pemerintah membuat regulasi ketat terkait aturan pembelian alat kesehatan secara bebas oleh masyarakat, terutama bila tanpa indikasi medis yang jelas.
Lebih lanjut, perlu diketahui bahwa pemberian kadar oksigen medis terhadap seorang pasien, perlu pertimbangan klinis dari tenaga kesehatan yang akan menyesuaikan indikasi medis setiap pasien.
"Masyarakat jangan coba-coba menggunakan oksigen untuk pasien tanpa keahlian dan kompetensi dalam hal penggunaannya," kata dia.