Abraham Samad: KPK Perlu Pertimbangkan Usul Hukuman Mati untuk Edhy Prabowo dan Juliari Batubara

Mantan ketua KPK Abraham Samad berpendapat bahwa wacana hukuman hukuman mati untuk Edhy Prabowo dan Juliari Batubara bisa memberikan efek jera.

Editor: Hermawan Aksan
Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
Abraham Samad menilai, praktik korupsi yang dilakukan Juliari Batubara dan Edhy Prabowo di tengah pandemi membuat masyarakat jadi kesusahan. 

TRIBUNJABAR.ID - Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berpendapat bahwa wacana hukuman hukuman mati untuk dua mantan menteri, yakni eks menteri kelautan dan perikanan Edhy Prabowo dan mantan menteri sosial Juliari Batubara, mampu memberikan efek jera.

Edhy Prabowo adalah tersangka penerima suap kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster, sedangkan Juliari Batubara tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

"Hukuman mati itu, kan, memberi efek jera, ya, sehingga orang tidak akan berani lagi melakukan tindakan-tindakan merugikan banyak pihak," kata Abraham Samad dikutip dari Tribunnews, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Pembunuh Dwi Farica Lestari Janda Muda asal Subang Terancam Hukuman Mati, Ini Alasannya

Baca juga: Iwan Fals Unggah Lagu Pasca Juliari Ditangkap KPK, Liriknya Berani Sentil Bansos dan Hukuman Mati

Abraham Samad menilai, praktik korupsi yang dilakukan Juliari Batubara dan Edhy Prabowo di tengah pandemi membuat masyarakat jadi kesusahan.

Padahal, kata dia, sebagai perwakilan pemerintah harusnya kedua menteri itu dapat menyelesaikan masalah, bukan malah melakukan korupsi.

Menurut Abraham Samad, KPK harus mempertimbangkan usul terkait tuntutan hukuman mati tersebut.

Hal ini, kata dia, supaya orang tidak berani melakukan korupsi lagi.

"Menurut saya apa yang disampaikan itu perlu dipertimbangkan oleh KPK ya, untuk memberikan tuntutan hukuman mati kepada kedua orang ini," ucap Abraham Samad.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Sebelumnya, menurut Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, kedua mantan menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Hal itu disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Wamenkumham, saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk "Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi" yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021).

"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Eddy.

Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.

Juliari Batubara memakai rompi oranye setelah diperiksa KPK.
Juliari Batubara memakai rompi oranye setelah diperiksa KPK. (Tribunnews)

"Jadi dua yang memberatkan itu dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," tutur Eddy Hiariej.

Ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved