Longsor di Sumedang

Tanah Longsor di Cimanggung Sumedang Sebenarnya Sudah Bisa Diprediksi, Ini Fakta Temuan Tim Unpad

Tim Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (FTG Unpad) melakukan survei geologi di kawasan bencana longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang.

Penulis: Cipta Permana | Editor: Giri
Istimewa
Pencarian korban tanah longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Sabtu (9/1/2021) malam. Tim Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (FTG Unpad) mengungkap fakta longsor yang sudah menewaskan 15 orang itu. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Cipta Permana
 
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Tim Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (FTG Unpad) melakukan survei geologi di kawasan bencana longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Senin (11/11/2021).

Tanah longsor yang terjadi pada Sabtu (9/1/2021) itu telah mengakibatkan 15 orang meninggal dunia. Sedangkan, 25 lainnya diperkirakan masih tertimbun material longsor.

Dosen Fakultas Teknik Geologi Unpad Dicky Muslim mengatakan, berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Pusat Riset Kebencanaan Unpad, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, serta sejumlah alumni FTG Unpad, ditemukan bahwa wilayah yang terjadi longsor tersebut memiliki kontur lahan yang curam.

Selain itu, secara geologi, struktur tanah dan batuan di wilayah Perumahan SBG Desa Cihanjuang termasuk ke dalam bagian batuan vulkanik qyu.

Baca juga: VIRAL, Pacar Ancam Sebar Foto, ABG di Surabaya Jadi Korban Penganiayaan, Paha Pun Membiru

Baca juga: SIAP-SIAP, Listrik Sejumlah Daerah di Majalengka Bakal Padam Hari Ini, Cek Selengkapnya di Sini!

“Tadinya wilayah ini bekas tambang batu dan tanah urugan. Lalu kemudian diratakan dan dijadikan perumahan,” ujar Dicky melalui keterangan pers Unpad yang dihimpun Tribun, Selasa (12/1/2021).

Dicky menjelaskan, dalam peta geologi yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM, batuan vulkanik qyu merupakan produk batuan vulkanik muda yang belum bisa dipisahkan. Sehingga masih bercampur antara lapisan keras dengan yang halus. 

Karena termasuk batuan vulkanik muda, lapisan tanah dan batuan ini cukup rentan.

Kerentanan ini sudah terlihat sebelumnya di beberapa titik.

Selain itu, batas bagian tenggara perumahan tersebut, berhadapan dengan tebing yang dibatasi dengan saluran air.

Maka diduga, ketika hujan besar tiba, saluran air ini terjadi peresapan atau infiltrasi, sehingga membentuk bidang gelincir yang memungkinkan terjadinya longsor.

"Sejumlah rumah yang berbatasan dengan tebing tersebut juga terlihat ada yang retak. Hal ini sudah mengindikasikan bahwa wilayah itu berpotensi terjadi pergeseran tanah yang akan memicu terjadinya longsor," ucapnya.

Hal ini, kata Dicky, diperparah dengan adanya proyek permukiman baru yang dibangun di atas tebing bagian utara dan tenggara perumahan SBG.

Adanya aktivitas lalu lintas alat berat di tebing tersebut turut menjadikan potensi terjadinya longsor semakin besar.

Baca juga: Detik-detik Longsor Susulan di Cimanggung Sumedang, Kapolres Sempat Berada di Posisi Sulit

Baca juga: Nobu dan Gisel Jalan Sendiri-sendiri, Bahkan Tak Janjian untuk Sama-sama Datang Wajib Lapor ke Polda

“Secara geoteknik, aktivitas tersebut melemahkan ikatan butir tanah di wilayah itu, sehingga berpotensi sebabkan longsor. Apalagi memang sebelumnya wilayah longsor tersebut merupakan sengkedan yang ditanami pohon, kemudian ditebang dan di bagian bawahnya untuk dijadikan perumahan,” ujar Dicky.

Ia menambahkan, untuk bagian wilayah utara dari perumahan SBG, ditemukan adanya bekas galian tambang yang dibangun menjadi kawasan perumahan.

Terlebih, berdasarkan penuturan warga sekitar, di lokasi tersebut terdapat air terjun.

Secara geologi, keberadaan air terjun, menandakan adanya sesar atau patahan di wilayah tersebut.

“Sehingga kalau ada hujan besar, gempa, akan ada pembebanan berlebih yang kemungkinan akan terjadi longsor," ucapnya.

Selain itu, dilihat dari jenis tanah dan retakannya ditambah dengan curah hujan yang tinggi, maka dikhawatirkan akan terjadi potensi longsor susulan di daerah tersebut.

Hal ini terlihat dari masih adanya pergerakan tanah di sekitar mahkota longsor, yang diperparah dengan adanya kemungkinan terjadi infiltrasi di saluran air yang berada pada sisi utara perumahan.

Baca juga: Permintaan Terakhir Mia Pramugari Sriwijaya Air yang Jatuh, Berencana Pulang ke Bali Bulan Ini

Karena itu, Dicky mengimbau, kepada warga maupun pemerintah daerah setempat untuk senantiasa waspada terhadap kemungkinan bencana susulan yang akan terjadi di kawasan tersebut.

Terutama, retakan-retakan tanah yang terjadi pada beberapa tebing.

"Sebagai upaya mitigasi jangka panjang, ada beberapa hal yang dapat dilakukan baik oleh masyarakat maupun aparat pemerintah, di antaranya, melakukan pengetatan izin pembangunan di kawasan tersebut dan penanaman pohon keras pada tebing yang berpotensi longsor," katanya. (*)
 

--

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved