Sejarah Panjang Api Abadi Majakerta Indramayu, Selalu Jadi Ikon Kegiatan Nasional, Kini Terancam

Tugu api abadi masih berdiri kokoh di halaman Balai Desa Majakerta, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu.

Penulis: Handhika Rahman | Editor: Siti Fatimah
Tugu api abadi yang terletak di halaman Balai Desa Majakerta, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Kamis (7/1/2021). 

TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Tugu api abadi masih berdiri kokoh di halaman Balai Desa Majakerta, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu.

Tugu itu berbentuk menyerupai sebuah perahu nelayan sebagai wujud mata pencaharian masyarakat setempat.

Pada tiang perahu di tugu itu terdapat sebuah cerobong di atasnya, dari situlah api abadi itu muncul.

Baca juga: Sepanjang 2020, Ada 776 Perkara Perceraian di Kota Sukabumi, Didominasi Istri Gugat Cerai

Warga setempat, Rendra (52) mengatakan, munculnya api abadi ini bermula pada sekitar tahun 1820 lalu saat perusahaan Bataafschuntik Petroleum Mhatchappij (BPM) milik Belanda melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Desa Majakerta.

"Ada salah satu pekerjanya asal daerah yang dilibatkan saat itu, yaitu Bapak Lebe Timan dari Desa Embat Cirebon sebagai mandornya," ujar dia kepada Tribuncirebon.com, Kamis (7/1/2021).

Saat itu, dikisahkan Rendra, Timan meminta izin kepada kepala Desa Majakerta pertama kala itu untuk melakukan pengeboran, mereka meyakini di bawah tanah halaman balai desa itu terdapat sumber minyak bumi yang melimpah.

Setelah beberapa hari melakukan pengeboran, hasilnya mengejutkan. Dari hasil eksploitasi itu yang keluar bukan minyak bumi, melainkan gas bumi yang melimpah hingga menimbulkan ledakan yang sangat besar.

Baca juga: Tidak Hanya Perawat dan Dokter, Dua Profesi Ini Juga Jadi Target Pertama Vaksinasi Covid-19

Ledakan itu membuat panik masyarakat saat itu, perusahaan BPM pun langsung memutuskan menutup kembali sumur bor hingga akhirnya bisa diatasi.

"Dan saat itu hanya sedikit sisa gas yang keluar, yang akhirnya dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh warga Desa Majakerta," ujar dia.

Pada tahun 1962, Presiden pertama RI, Ir Soekarno pernah memerintahkan untuk membuat tim khusus dalam misi mencari keberadaan sumber api alami tersebut.

Mereka berangkat dari Jakarta mencari mulai dari wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur.

Seusai lelah mencari dan tidak menemukan api yang dimaksud Ir Soekarno, mereka pun memutuskan kembali ke Jakarta, perjalanan pulang itu mereka lalui lewat Jalur Pantai Utara (Pantura).

Baca juga: VIDEO-4 Anak Boncengan Naik Motor Curi Perhatian, Dedi Mulyadi Miris Dengar Alasan Anak Cewek Itu

Hingga akhirnya, tim khusus tersebut mendatangi Desa Majakerta dan menemukan sekelompok warga yang tengah memasak di depan balai desa.

Di sana mereka menggali informasi soal kegiatan yang dilakukan warga, berdasarkan percakapan dengan warga, tim khusus itu pun menyimpulkan sumber api yang digunakan masyarakat memasak adalah api yang dimaksud Ir Soekarno.

Tim khusus itu langsung pulang ke Jakarta untuk melaporkan temuannya.

Setelah kejadian itu, api alami Desa Majakerta selalu digunakan dalam rangkaian kegiatan nasional.

Seperti pada kegiatan Asian Games Ke-4 Asia dan pertama kali di Indonesia pada tahun 1962.

Lalu pada tahun 1972 dalam acara angkatan udara di Kali Jati Subang dan Tahun 2016 dalam rangka PON Ke-19 Jawa Barat.

Baca juga: Donor Plasma Darah Diklaim Efektif dalam Penyembuhan Covid-19, Berhari-hari Cari Darah Penyintas

Momen di saat api alami itu masih dimanfaatkan warga memasak pun masih sangat diingat Rendra, kala itu usianya masih kanak-kanak.

"Tapi sekarang cagar budaya api alam ini terancam," ujar dia.

Penyebabnya, karena Desa Majakerta akan menjadi lahan pembangunan proyek Petrochemical Complex Jabar. 

Proyek itu merupakan hasil kerja sama Pertamina dan CPC Taiwan, dengan nilai investasi sekitar Rp 100 triliun.

Rendra menyampaikan, dirinya mewakili masyarakat ingin mengedepankan musyawarah membahas soal kearifan lokal desa setempat yang terancam tersebut.

"Dan oleh karena itu kami ingin mengedepankan musyawarah terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang dirugikan," ujar dia.

Untuk pembangunan Proyek Petrochemical Complex Jabar ini diketahui memerlukan sekitar 331,92 hektar tanah yang berada di dua kecamatan yakni Kecamatan Balongan dan Kecamatan Juntinyuat.Jumlah tersebut akan dibagi menjadi beberapa bagian, yakni Kecamatan Balongan melibatkan 5 desa yakni Sukaurip (35,44 ha), Tegal Sembadra (45,21 ha), Sukareja (86,47 ha), Balongan (31,08 ha), dan Majakerta (108,20 ha). Sedangkan Kecamatan Juntinyuat yakni Desa Limbangan (25,5 hektar).

Adapun progres pembangunan Petrochemical Complex ini kini sudah memasuki tahapan kedua berupa konsultasi publik. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved