BEM UI Desak Negara Cabut SKB Larangan Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri, Bukan Bela FPI
BEM UI bersuara setelah beberapa hari pemerintah mengeluarkan larangan berkegiatan kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Front Pembela Islam (FPI).
TRIBUNJABAR.ID, DEPOK - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) bersuara setelah beberapa hari pemerintah mengeluarkan larangan berkegiatan kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Front Pembela Islam (FPI).
Ada beberapa poin yang menjadi atensi BEM UI menyoroti keputusan pemerintah mengenai FPI yang dipimpin Rizieq Shihab.
Pernyataan sikap itu terkait pembubaran FPI tanpa melalui proses peradilan.
Dalam pernyataan sikap yang terbit Minggu (3/1/2021), BEM UI menyoroti SKB 6 Menteri yang dipakai untuk membubarkan FPI merujuk pada UU Ormas terbaru (UU Nomor 16 Tahun 2017) yang memang sudah menghapuskan mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas.
Baca juga: Resahkan Warga dengan Minta-minta uang di Lampu Merah, Polres Indramayu Amankan Belasan Anak Punk
Baca juga: Pasangan Gisel di Video Syur 19 Detik Minta Maaf: Ini Hukuman dari Tuhan pada Saya
Ini beberapa poin pernyataan sikap BEM UI:
- Mendesak negara untuk mencabut SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI;
- Mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas;
- Mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaan hak asasi manusia sebagai bagian dari prinsip-prinsip negara hukum;
- Mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan sewenang-wenang di masa mendatang; dan
- Mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh negara.
BEM UI juga menyebut soal Maklumat Kapolri No.1/Mak/I/2021 yang dikhawatirkan dapat menjadi justifikasi bagi pembungkaman ekspresi.
"Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin 2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Padahal, mengakses konten internet adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta Pasal 14 UU HAM," bunyi pernyataan itu.
"Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam ranah elektronik," lanjut pernyataan BEM UI tersebut.
Baca juga: WhatsApp Akan Rilis 5 Fitur Baru pada 2021, Saat Ini Sedang Diuji Coba
Bantah Pro-FPI
Ketua BEM UI, Fajar Adi Nugroho, membantah pihaknya membela FPI sehubungan dengan pernyataan sikap itu.
"Apa yang kami fokuskan terkait pembubaran ormas ini adalah bagaimana prosedurnya. Kami membicarakan landasan pembubaran organisasi kemasyarakatan (tanpa peradilan) dan hari ini kebetulan konteksnya FPI," ujar Fajar.
Ia menambahkan, sejak awal kepengurusannya, BEM UI konsisten terhadap prinsip negara hukum sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
"Karena Indonesia negara hukum maka salah satu prinsipnya adalah perlindungan hak asasi manusia, supremasi hukum, dan demokrasi. Selama 1 tahun ini kita bisa melihat, apa saja hal-hal yang bertentangan atau mendegradasi prinsip-prinsip yang ada dalam konsep negara hukum," kata Fajar.
"Dalam konteks ini, kita melihat bahwa pembubaran FPI sebagai organisasi kemasyarakatan menjadi pertanyaan bagi BEM UI, apabila kita kontekstualisasikan dengan Indonesia sebagai negara hukum," ujarnya.
Dalam kritiknya soal pembubaran ormas tanpa peradilan, BEM UI merujuk pada UUD 1945 yang menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan, di sisi lain, juga menjamin kebebasan berserikat.