Lahan Pondok Pesantren FPI Disomasi PTPN VIII, Ini Klarifikasi Ormas Pimpinan Rizieq Shihab
Somasi yang dilayangkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII mendapat klarifikasi dari Front Pembela Islam (FPI).
TRIBUNJABAR.ID - Somasi yang dilayangkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII mendapat klarifikasi dari Front Pembela Islam (FPI). Pihak PTPN VIII mengeluarkan somasi terkait lahan yang digunakan pondok pesantren FPI.
Menurut FPI, tanah yang digunakan sebagai Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung, Kabupaten Bogor, tersebut, merupakan lahan yang dibeli oleh Rizieq Shihab.
"Pihak Habib Rizieq dan Markas Syariah membeli over garap, membeli dari penggarap. Itu dibeli dari uang masyarakat, uang umat, uang saudara-saudara beliau (Rizieq), uang jemaah beliau, uang beliau juga dan asetnya diperuntukkan untuk umat," jelas Aziz Yanuar selaku kuasa hukum FPI dalam pernyataan visualnya kepada jurnalis Kompas TV Adisty Larasati, Kamis (24/12/2020).
Terdapat fakta, bahwa PTPN VIII sudah tidak memanfaatkan hak guna usaha (HGU) selama lebih dari 30 tahun.
Kemudian lahan itupun digarap oleh para penggarap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Dan Habib Rizieq membelinya dari para penggarap tersebut," ucap Aziz.
Baca juga: Kasus Sabu-sabu 201 Kilogram di Petamburan, Diduga untuk Biayai Jaringan Terorisme dan Ada Kodenya
Baca juga: Kota Bandung Masih Zona Merah, Rayakan Natal Secara Virtual Adalah Pilihan yang Bijak
Namun jika negara ingin mengambil kembali lahan yang sekarang digunakan sebagai Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah, Habib Rizieq mempersilakan.
"Tinggal mengganti saja apa yang sudah dikeluarkan umat tadi," ujar Aziz.
PTPN VIII Gunung Mas melayangkan somasi tertanggal 18 Desember 2020.
Dalam somasi tersebut disebutkan ada permasalahan penggunaan fisik tanah HGU PTPN VIII Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektare oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah sejak tahun 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.
Karena itu, Markaz Syariah diminta untuk menyerahkan lahan tersebut selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak diterima surat ini.
Jika somasi tidak diindahkan, maka akan dilaporkan kepada Polda Jawa Barat.
Baca juga: GRATIS, Keluar Bandung Lewat Terminal Leuwipanjang Harus Jalani Rapid Test Antigen
Berikut isi surat somasi tersebut:
Sehubungan dengan adanya permasalahan penguasaan fisik tanah HGU PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Gunung Mas seluas -+ 30,91 Ha yang terletak di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor oleh Pondok Pesantren Alam Argokultural Markaz Syariah sejak 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII, kami tegaskan bahwa lahan yang saudara kuasai tersebut merupakan aset PT Perkebunan Nusantara VII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.
Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam pasal 385 KUHP, Perpu no 51 Tahun 1960 dan atau Pasal 480 KUHP.
Berdasarkan hal tersebut, dengan ini kami memberikan kesempatan terakhir serta memperingatkan saudara untuk segera menyerahkan lahan tersebut kepada PT Perkebunan Nusantara VIII selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini. Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterima surat ini saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan ke kepolisian cq. Kepolisian Darah Jawa Barat.
Demikian surat somasi ini disampaikan, atas perhatian dan pengertian diucapkan terima kasih.
Tersangka Megamendung
Status tersangka dalam kasus berbeda kembali menempel di diri Pimpinan Ormas Front Pembela Islam, Rizieq Shihab.
Setelah ditahan karena kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, dia juga ditetapkan sebagai tersangka di kasus kerumunan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Persoalan yang sebelumnya ditangani Polda Jabar itu telah ditarik ke Bareskrim Mabes Polri. Begitu juga kasus RS Ummi di Kota Bogor yang juga berkaitan dengan Rizieq Shihab.
Mengenai perubahan status dari saksi menjadi tersangka di kasus Megamendung, Rizieq Shihab tak mempermasalahkannya.
"Sehubungan dengan penetapan tersangka Habib Rizieq di kerumunan Megamendung, maka tanggapan beliau adalah silakan saja," kata Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar dalam pernyataan visualnya kepada Jurnalis Kompas TV Adisty Larasati, Kamis (24/12/2020).
Bahkan jika perlu, Rizieq Shihab juga meminta setiap daerah melaporkannya ke pihak berwajib.
Dia akan menghadapi semuanya.
Baca juga: GRATIS, Keluar Bandung Lewat Terminal Leuwipanjang Harus Jalani Rapid Test Antigen
Baca juga: Saking Senangnya, Nita Thalia Sampai Sujud Syukur Saat Diputuskan Cerai dengan Nurdin Rudythia
"Kalau perlu setiap daerah melaporkan terkait beliau. Beliau tidak masalah. Lapor sebanyak-banyaknya, lapor sesukanya. Dan akan dihadapi secara hukum juga," kata Aziz.
Rizieq, lanjut Aziz, akan secara sukarela menghadapi dan memenuhi semua proses hukumnya.
Tapi, Rizieq Shihab mensyaratkan, kasus dugaan pelanggaran HAM berat pembantaian terhadap enam anggota laskar FPI juga diproses secara hukum.
"(Diproses) secara adil, dan juga secara konstitusi harus semuanya itu diproses, sampai otak pelakunya," ungkap Aziz.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi, menyatakan telah menetapkan Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
"Sudah keluar (status) tersangka (kerumunan) Megamendung. RS tersangkanya, Rizieq," kata Andi di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (23/12/2020).
Menurut Andi, saat ini Rizieq Shihab masih sebagai tersangka tunggal dalam kasus tersebut.
Baca juga: Bupati Luwu Timur Meninggal Dunia, Padahal Sudah Dinyatakan Negatif Covid-19
Sebab berbeda dengan kerumunan di Petamburan, kegiatan di Megamendung tidak ada kepanitiaan.
Dalam kasus ini, Rizieq diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Pasal 216 KUHP. (*)