Guru di Kaki Gunung Sawal Ciamis Saat Covid-19, Datangi Murid Tak Punya Hape Meski Jauh Menanjak

Pandemi Covid-19 telah mengubah sendi-sendi kehidupan dalam sekejap. Termasuk kebiasaan belajar mengajar.

Penulis: Andri M Dani | Editor: Ichsan
tribunjabar/andri m dani
Dodo (kanan) tengah mengajari Candra, muridnya yang tinggal di kaki Gunung Sawal 

Agar, Candra tidak tertinggal pelajaraan, menurut Dodo, pilihannya adalah belajar secara luar jaringan (luring) yakni guru keliling (guling) mendatangi murid.

“Istilahnya home visit atau belajar di rumah (BDR),” katanya.

Menurut Dodo sudah dua bulan setengah ini, ia setiap minggu mendatangi rumah Candra yang berada di kampung terpencil tersebut.

Baca juga: LIVE STREAMING ILC TV One Bisakah Gubernur Dicopot? Karni Ilyas Bahas Nasib Anies dan Ridwan Kamil

Candra Murid SD di Kaki Gunung Syawal, Tak Punya Hape Tak Bisa Belajar Online, Sekolah Jalan 3 Km. Candra tengah belajar di pintu rumahnya, seorang guru duduk di teras rumahnya
Candra Murid SD di Kaki Gunung Syawal, Tak Punya Hape Tak Bisa Belajar Online, Sekolah Jalan 3 Km. Candra tengah belajar di pintu rumahnya, seorang guru duduk di teras rumahnya (istimewa)

Melakukan home visit. Mengajar anak kedua pasangan Ewon dan Ny Yani tersebut sepenuh hati.

“Setiap kali datang jam pelajaran 4 x 35 menit. Sekitar 2 jam setengah,” ujar Dodo kepada Tribun, Selasa (24/11).

Selama 2,5 jam BDR tersebut, Dodo mengajar Candra 4 mata ajaran secara bertahap. Atau pelajaran dengan sistem tematik seperti Bahasa Indonesia dan IPA.

Terakhir, Dodo melakukan home visite BDR ke rumah Candra, Jumat 20/11) lalu.

“Belajarnya melalui buku, dan ada tugas-tugas pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan. Nanti ketika datang minggu depannya, akan dilihat tugas-tugas PR yang sudah dilakukan Candra,” katanya.

Untuk mendatangi rumah Candra yang berada di pelosok Kampung Pasir Karet Dusun Subang tersebut, guru yang berasal dari Dusun Nasol Desa Nasol yang sudah menjadi guru (PNS) di SDN 3 Darmacaang sejak 2007 tersebut harus kerja ekstra.

Dodo harus berjalan kaki sekitar 2 km menyusuri jalan setapak yang licin dan menanjak, turun naik di sisi tebing dan semak belukar.

Termasuk meniti titian bambu yang dipasang ala kadarnya.  Jalan yang sehari-hari  ditempuh Candra bila hendak  ke sekolah (ketika sebelum pandmi Covid-19),  juga berjalan kaki.

“Jalan kaki sekitar 1 jam, itu kalau hari tidak hujan. Harus menelusuri jalan setapak. Pernah terpeleset saat melintas sasak bambu tersebut. Tapi tidak sampai jatuh ke selokannya. Alhamdulillah,” ujar Dodo menceritakan pengalamannya berjuang, bergerilya untuk sampai di rumah salah seorang muridnya, Candra yang tidak bisa belajar secara online (daring) karena tidak punya hape tersebut.

Saat mengajar Candra, guru Dodo harus duduk di tangga atau balai-balai kayu di dekat pintu masuk.

Sementara Candra, duduk ngagepor (lesehan) dalam rumah dekat pintu masuk. Sembari membuka buku tentunya. Suasana yang jauh berbeda dengan KBM tatap muka dalam ruang kelas.

Dodo mengaku ikhlas menjalani semuanya itu, agar muridnya tersebut tetap mengikuti pelajaran saat  pandemi Covid-19 masih berlangsung dan entah kapan akan berakhir.

Baca juga: Kisah Calo Tanah Mendadak Tajir, Dalam Sehari Saldo Berubah dari Rp 5,8 Juta jadi Rp 25,8 Miliar

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved