Nasib Memprihatinkan Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, Dipenjara Bareng Penjahat yang Ditangkapnya
Irjen Napoleon Bonaparte mengaku dikorbankan, dengan dugaan terkait bursa calon Kapolri dan menutupi kasus pindana yang lebih besar.
“Barang bukti uang dalam bentuk mata uang dollar Amerika sejumlah 20.000 dollar AS yang oleh penyidik Tipidkor Bareskrim Polri dijadikan barang bukti dalam berkas perkara klien kami terdakwa Irjen Pol Drs. Napoleon Bonaparte, M.Si adalah melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, tidak mengikat, tidak berkekuatan hukum dan batal demi hukum dengan segala akibatnya,” ucapnya.
Selain itu, pihak kuasa hukum menilai barang bukti rekaman kamera CCTV di lantai 1 gedung kantor Napoleon di Mabes Polri tidak relevan dengan kliennya yang berkantor di lantai 11.
Bukti lain yang disoroti adalah kuitansi bukti penerimaan uang oleh Tommy Sumardi dari Djoko Tjandra.
Kuasa hukum mengungkapkan, kuitansi tidak menyebutkan penggunaan uang tersebut. Maka dari itu, bukti kuitansi dinilai tidak berhubungan dengan Napoleon.
Kemudian, menurut kuasa hukum, empat saksi tidak menyebutkan penerimaan uang oleh Napoleon dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Keempat orang yang dimaksud terdiri dari Nurmawan Fransisca, Nurdin, Djoko Tjandra, dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
“Tidak ada satu saksi pun berikut kwitansi tanda terima uang yang menerangkan dan membuktikan bahwa uang yang diminta oleh Tommy Sumardi dari Joko Soegiarto Tjandra akan diserahkan dan diperuntukkan kepada klien kami,” ucap kuasa hukum Napoleon.
Menurut kuasa hukum, keterangan seorang saksi saja, yang dalam kasus ini adalah Tommy Sumardi, dinilai tidak cukup.
Atas hal-hal tersebut, pihak Napoleon meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan batal demi hukum. Pihak kuasa hukum juga meminta agar Napoleon dibebaskan dari segala dakwaan serta dilepaskan dari tahanan.
Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.
Sementara, JPU mendakwa Prasetijo menerima uang sebesar 150.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,2 miliar dalam kasus tersebut.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus status DPO Djoko Tjandra.
Narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
Padahal, kala itu Djoko Tjandra masih berstatus sebagai buronan.
Singkat cerita, menurut JPU, Napoleon diduga menerima uang dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi yang terjadi beberapa kali.
Rinciannya, Napoleon menerima 200.000 dollar Singapura pada 28 April 2020, 100.000 dollar AS pada 29 April 2020, 150.000 dollar As pada 4 Mei 2020, dan 20.000 dollar AS pada 5 Mei 2020.
Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus status DPO Djoko Tjandra.
Narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.
King Maker
Sementara, sosok yang disebut sebagai “king maker” disebut dalam sidang terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus dugaan kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), Senin (9/11/2020).
Jaksa penuntut umum (JPU) KMS Roni mengonfirmasi pernyataan Pinangki yang menyinggung soal “king maker” kepada seorang pengusaha bernama Rahmat selaku saksi.
“Pada pertemuan 19 November 2019, apakah benar terdakwa Pinangki memberikan penjelasan ke Djoko Tjandra mengenai langkah-langkah yang harus dilalui Djoko Tjandra dengan mengatakan 'Nanti Bapak ditahan dulu sementara sambil saya urus dengan "king maker" tapi Pinangki tidak menjelaskan siapa "king maker" itu?” tanya Roni saat sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta dikutip dari Antara.
“Iya benar,” ucap saksi bernama Rahmat.
Baca juga: Pinangki Disebut Arahkan Jawaban Saksi Saat Diperiksa Jamwas Kejaksaan Agung
Rahmat menuturkan, seminggu setelah pertemuan itu, Djoko Tjandra mengeluhkan soal permintaan biaya yang dirasa sangat mahal.
“‘Biayanya kok mahal sekali Rahmat. Minta 100 juta dollar AS, sudah begitu saya ditahan juga', lalu saudara mengatakan 'waduh saya tidak tahu Pak', apakah keterangan ini benar?” tanya Roni yang kemudian dibenarkan oleh Rahmat.
JPU kemudian menanyakan kembali perihal asal mula permintaan 100 juta dollar Amerika Serikat tersebut.
Namun, Rahmat mengaku tidak tahu terkait hal tersebut.
Jaksa kemudian bertanya kepada Rahmat apakah melihat Pinangki dan rekannya, Anita Kolopaking, mendapat sesuatu dalam pertemuan dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 19 November 2019 tersebut.
Rahmat menjawab, “tidak Pak”.
Menurut Rahmat, dalam kunjungan itu, Pinangki dan dirinya masing-masing mendapat kamar untuk menginap di Hotel Ritz Carlton.
Rahmat menuturkan, Pinangki yang memberi tahu perihal adanya kamar untuk menginap di hotel tersebut.
Akan tetapi, Rahmat tidak menggunakan kamar tersebut karena memutuskan menginap bersama teman-temannya di Hotel JW Marriott.
“Saya tidak tahu siapa yang booking itu tapi saat saya jemput Bu Pinangki untuk makan malam dan saat saya tanya ke resepsionis kamar Bu Pinangki ternyata dipesankan oleh properti mulia, dan itu seperti tertulis dalam kartu nama Pak Djoko Tjandra ada properti mulia-nya," tutur Rahmat.
Rahmat pun mengaku tidak mengetahui kasus hukum yang menjerat Djoko Tjandra.
“Saya tidak ngikuti kasusnya apa, jadi saya tidak tahu,” ucap dia.
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra. Uang itu diduga terkait kepengurusan fatwa untuk Djoko Tjandra di MA.
Dari jumlah yang ia terima, Pinangki memberikan 50.000 dollar AS kepada rekannya dalam kepengurusan fatwa tersebut, Anita Kolopaking.
Sementara, sisanya sebesar 450.000 dollar AS digunakan untuk keperluan pribadi Pinangki.
Pinangki membeli mobil BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, menyewa apartemen atau hotel di New York, membayar tagihan kartu kredit, serta membayar sewa dua apartemen di Jakarta Selatan.
Atas perbuatannya, Pinangki dijerat Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terakhir, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat dan dijerat Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kubu Jenderal Napoleon: Uang 20 Ribu Dolar AS Itu Milik Istri Brigjen Prasetijo, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/11/10/kubu-jenderal-napoleon-uang-20-ribu-dolar-as-itu-milik-istri-brigjen-prasetijo?page=all.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Irjen Napoleon: Saya Ditempatkan bersama Penjahat Narkoba, Koruptor, bahkan yang Saya Tangkap"