Bukan Dari Wuhan, Ternyata Virus Corona Pertama Kali Berasal Dari Negara Ini, Berikut Catatannya
Sekitar 23 sampel positif setelah ditelusuri ditemukan pada September 2019, ddiduga virus itu sudah berdiam di Italia enam bulan sebelum kasus pertama
Analisis dalam data rumah sakit di Amerika Serikat (AS) menemukan adanya pasien dengan "flu aneh", di mana mereka menderita "batuk berat" dan sesak napas.
Berdasarkan data yang diambil oleh Universitas Johns Hopkins, secara global kasus virus corona sudah mencapai 54 juta orang. Sebanyak 1,3 juta di antaranya meninggal dunia, dengan AS menjadi negara yang paling terdampak dari kasus infeksi hingga kematian.
Jangan Percaya Mitos
TRIBUNJABAR.ID - Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Prof. Hindra Irawan Satiri, SpA(K), MTropPaed, menyampaikan, bahwa perkembangan vaksin COVID-19 sudah masuk uji fase III.
Seperti diketahui, uji klinis vaksin Sinovac telah masuk fase III dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh sukarelawan yang dikerjakan di center Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).
Pendampingan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak pengembangan protokol uji klinik dan inspeksi pelaksanaan uji klinik.
Sedangkan untuk memastikan mutu vaksin COVID-19 dilakukan inspeksi kesiapan fasilitas produksi baik di Cina maupun di Bio Farma.
Baca juga: Tinjau Simulasi di Cikarang, Wapres Pastikan Vaksinasi Harus Aman, Lancar, dan Ada Fatwa MUI
Baca juga: 3 Pjs Daerah Zona Merah yang Gelar Pilkada di Jabar Kembali Diingatkan, Perketat Protokol Kesehatan
Uji klinik merupakan tahapan penting guna mendapatkan data efektivitas dan keamanan yang valid untuk mendukung proses registrasi vaksin Covid-19.
Sejauh ini tidak ditemukan adanya reaksi yang berlebihan atau Serious Adverse Event yang ditemukan selama menjalankan uji klinik fase III di Unpad.
"Kini tinggal menunggu laporan dari Brazil, China, Turki, dan Indonesia. Setelah laporan selesai barulah keluar izin edarnya. Jadi untuk mendeteksi dan mengkaji apakah ada kaitannya imunisasi dengan KIPI ada ilmunya, yang disebut Farmakovigilans.
Tujuannya untuk meningkatkan keamanan, meyakinkan masyarakat, sehingga memberikan pelayanan yang aman bagi pasien dan memberikan informasi terpercaya” kata Prof. Hindra, pada acara Dialog Produktif bertema Keamanan Vaksin dan Menjawab KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), seperti yang dilansir Tribunjabar.id dari Covid19.go.id, Kamis (19/11/2020).

Lebih lanjut, Prof. Hindra menerangkan bahwa semua fase-fase uji klinik vaksin memiliki syarat yang harus dilakukan.
Semua syarat harus terpenuhi baru boleh melanjutkan ke fase berikutnya. Namun dalam keadaan khusus, seperti pandemi COVID-19, proses dipercepat tanpa menghilangkan syarat-syarat yang diperlukan.
Semua proses ini pun didukung oleh pembiayaan dan sumber daya yang dibutuhkan, sehingga proses-proses yang lebih panjang dalam penemuan vaksin bisa dipersingkat.
“Saya tidak setuju terminologi anti vaksin, masyarakat sebenarnya masih mis konsepsi, artinya pengertian masyarakat belum mantap karena mendapat keterangan dari orang-orang yang kurang kompeten atau bukan bidangnya. Kita perlu mendapatkan informasi dari sumber-sumber terpercaya seperti organisasi profesi dan kesehatan terpercaya. Jangan dari situs yang tidak jelas, dari grup WhatsApp itu yang membingungkan masyarakat”, kata Prof. Hindra.