Terdakwa Korupsi RTH Bandung Divonis 4 Tahun Penjara Tapi Langsung Pulang ke Rumah, Ini Alasannya
Sidang korupsi ini jadi sidang korupsi ketiga yang dijalani Herry, mantan Kepala DPKAD Kota Bandung itu.
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Herry Nurhayat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung.
Hal tersebut dinyatakan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (4/11/2020).
"Menyatakan terdakwa Herry Nurhayat secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua, Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor," ujar Ketua Majelis Hakim, T Benny Eko Supriyadi.
Baca juga: Sudah Idealkah Berat Badan Anda? Ini Cara Tepat Menghitung Berat Badan, Wanita dan Pria Beda
Sidang korupsi ini jadi sidang korupsi ketiga yang dijalani Herry, mantan Kepala DPKAD Kota Bandung itu.
Sebelumnya, dia pernah dipidana penjara gara-gara kasus korupsi Bansos Kota Bandung dan kasus suap hakim yang menangani perkara korupsi dana bansos. Kali ini, Herry kembali harus mendekam di penjara.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 400 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar, diganti dengan kurungan selama 6 bulan. Menghukum terdakwa membayar ganti rugi keuangan negara Rp 1,4 miliar," ucap Benny.
Putusan hakim itu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun.
Hakim tidak menerima pembelaan dari Herry yang menyebut bahwa perbuatan yang dia lakukan menjalankan perintah atasan dalam hal ini Sekda Kota Bandung Edi Siswadi dan Walikota Bandung saat itu, Dada Rosada, untuk membayar ganti rugi keuangan negara dalam korupsi bansos, senilai Rp 9 miliar.
Baca juga: VIDEO-Musim Hujan Bunga Bangkai Bermunculan di Ciamis, Tumbuh di Samping Pos Ronda
"Menimbang bahwa pembelaan karena menjalankan perintah atasan itu tidak tepat karena melaksanakan perintah yang salah," ucap hakim Benny.
Majelis hakim mengabulkan permohonan Herry yang mengajukan diri jadi justice collaborator.
"Selama fakta persidangan, terdakwa mampu membongkar pelaku lainnya dan mengakui kesalahannya. Karena pertimbangan itu, menurut hakim, terdakwa sebagai pelaku justice collaborator sehingga permohonannya dikabulkan," ucap hakim.
Atas putusan itu, jaksa maupun terdakwa pikir-pikir untuk banding. Meski sudah divonis bersalah, Herry tidak langsung dieksekusi ke penjara.
Pertama karena sebelumnya Herry sudah dibebaskan dari tahanan karena masa penahanan yang habis. Kedua, karena putusannya belum berkekuatan hukum tetap.
"Belum bisa dieksekusi karena belum berkekuatan hukum tetap. Kecuali kalau terdakwa menerima putusan dan tidak banding, baru bisa dieksekusi. Ada waktu tujuh hari ke depan apakah terdakwa atau kami mengajukan banding atau tidak," ucap jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chaerudin usai persidangan.