Fakta-fakta Praktik Pengiriman CPMI Ilegal Dibongkar BP2MI di Cirebon, Diminta Uang Rp 52 Juta
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali berhasil membongkar praktek pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara ilegal
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) kembali berhasil membongkar praktek pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) secara ilegal.
Kali ini, BP2MI menggerebek sebuah tempat penampungan ilegal yang berlokasi di wilayah Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Sabtu (17/10/2020) malam.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan, mereka ditampung pada sebuah tempat yang sangat tidak layak huni, kotor, dan berbau oleh seorang calo bernama Titin Marsinih.
Baca juga: BP2MI Gerebek Lokasi Penampungan Calon PMI Ilegal di Cirebon, Tempatnya Kotor dan Bau
"Mereka berjumlah 25 orang, ini rata-rata mereka sudah ada yang dua bulan hingga 1 tahun lebih," ujar dia kepada wartawan.
Benny Rhamdani mengatakan, selain ditampung secara ilegal, mereka juga dimintai sejumlah biaya yang diluar ketentuan.
Berdasarkan pengakuan para CPMI, oleh pihak calo mereka diminta uang sebesar Rp 45-52 juta per orang.
Nominal tersebut sudah melebih ketentuan terkait cost tracker yang ditentukan oleh pemerintah.
"Setiap negara penempatan itu ada ketentuan terkait cost tracker, seperti ke Taiwan itu hanya Rp 17 juta. Jadi kalau permintaannnya sudah Rp 45 juta sampai Rp 52 juta ini yang disebut over charging atau sudah melebihi ketentuan," ujarnya.
Benny Rhamdani menyebut, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan.
Terlebih nominal tersebut baru sebatas para CPMI sampai ke tempat penampungan.
Belum permintaan lainnya sampai mereka diberangkatkan ke negara penempatan nanti.
Selain itu, BP2MI juga mengkhawatirkan berbagai masalah yang akan mereka hadapi setelah sampai di negara penempatan.
Seperti kasus-kasus yang banyak terjadi, para CPMI ilegal banyak yang mendapat kekerasan fisik, seksual, eksploitasi, gaji tidak dibayar, dan kasus-kasus lainnya.
"Bahkan juga banyak di antara anak-anak bangsa kita yang mengalami kekerasan yang berakibat pada kematian," ujar dia.