Breaking News

Gawat! Jika Tsunami 20 Meter Terjadi, 25.000 Warga Garut Bisa Tumpas dalam 10 Menit

Tsunami setinggi 20 meter, kemungkinan terjadi lima menit kemudian. Makanya sulit dengan waktu yang singkat untuk evakuasi warga

zoom-inlihat foto Gawat! Jika Tsunami 20 Meter Terjadi, 25.000 Warga Garut Bisa Tumpas dalam 10 Menit
BMKG
Gempa bumi guncang Sulawesi Tengah, berpotensi tsunami

TRIBUNJABAR.ID - Sebanyak 25 ribu jiwa di tujuh kecamatan di selatan Kabupaten Garut, kemungkinan tak akan selamat jika tsunami setinggi 20 meter benar-benar terjadi.

Tujuh kecamatan itu adalah Caringin, Mekarmukti, Bungbulang, Pakenjeng, Pameungpeuk, Cibalong, dan Cikelet.

Mereka hanya memiliki waktu 10 menit untuk menyelamatkan diri jika gempa kuat di zona megathrust seperti yang dikhawatirkan para ahli itu terjadi.

"Namun, yang paling berbahaya itu di Pameungpeuk, Cibalong, dan Cikelet, serta Rancabuaya di Caringin. Ada sekitar 25 ribu orang yang rumahnya di sana berada di di bawah 20 meter," ujar Bupati Garut Rudy Gunawan di halaman Setda Garut, Senin (28/9/2020).

"Pameungpeuk, Cikelet, dan Cibalong itu tiga kecamatan yang posisinya berada di lokasi yang rendah. Di Pasar Padaawas saja itu hanya 15 sampai 17 mdpl. Apalagi di Masjid Pameungpeuk cuma tujuh emet di atas permukaan laut."

Informasi tentang potensi tsunami setinggi 20 meter belakangan menjadi perbincangan menyusul hasil kajian para ahli kebumian ITB yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature baru-baru ini.

Getaran Gempa Pangandaran Dirasakan di Pamarican, Anak Saya Sampai Ngajleng

BREAKING NEWS: Baru Saja Terjadi Gempa Bumi di Pangandaran

Gempa Bumi Pangandaran, Karyawan Berlarian, Warga Was-was Heboh Megathrust dan Tsunami 20 Meter

Para ahli menyebut adanya potensi potensi gempa kuat di zona megathrust di selatan Pulau Jawa yang bisa memicu tsunami dahsyat.

Pukan hanya di Jawa, tapi juga di sebagian pesisir Sumatera.

Rudy mengatakan, meski baru tahap kajian, apa yang dipublikasikan oleh para ahli ini harus mereka sikapi dengan serius.

"Kami secepatnya melakukan simulasi mitigasi bencana, terutama di ketujuh kecamatan yang diperkirakan terdampak.
Sekarang kami siapkan untuk jalur evakuasi. Sudah ada jalur evakuasi ke suatu daerah di atas ketinggian 40 sampai 50 meter di atas permukaan laut," ujarnya.

Mitigasi ini, menurut Rudy, minimal dapat mengurangi jumlah korban jika bencana melanda.

Warga pun diimbau untuk menyelamatkan diri secepat mungkin ke lokasi evakuasi.

Terlebih, jika gempa dan tsunami terjadi, warga di di Kecamatan Pameungpeuk, Cibalong, dan Cikelet, diperkirakan hanya memiliki waktu 10 menit untuk menyelamatkan diri.

"Dalam lima menit, air sudah sampai di daratan setinggi satu meter. Tsunami setinggi 20 meter, kemungkinan terjadi lima menit kemudian. Makanya sulit dengan waktu yang singkat untuk evakuasi warga," katanya.

"Itu sebabnya jika gempa terjadi, segera menyelamatkan diri. Jangan perhatikan harta benda saat terjadi bencana. Harus lari ke atas secepatnya."

Hal lain yang menurut Rudy mengkhawatirkan adalah keberadaan alat deteksi dini (early warning system/EWS) tsunami di Garut yang belakangan baanyak yang tidak lagi berfungsi.

Dari tujuh EWS yang dimiliki Garut, hanya dua yang masih berfungsi, sementara Kabupaten Garut memiliki panjang pantai 80 kilometer yang berada di tujuh kecamatan.

Serius Mitigasi

Sebelumnya, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dr Daryoni, mengatakan hasil kajian potensi gempa megathrust di selatan Pulau Jawa ini memang diharapkan dapat mendorong semua pihak untuk lebih memperhatikan upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.

"Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak untuk mendukung dan memperkuat penerapan building code dalam membangun infrastruktur. Masyarakat juga diharapkan terus meningkatkan kemampuannya dalam memahami cara selamat saat terjadi gempa dan tsunami," katanya.

BMKG dalam hal ini mengapresiasi hasil tersebut. Skenario model yang dihasilkan merupakan gambaran terburuk (worst case), dan ini dapat dijadikan acuan kita dalam upaya mitigasi guna mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami.

"Kita akui, informasi potensi gempa kuat di zona megathrust memang rentan memicu keresahan akibat salah pengertian atau misleading. Masyarakat ternyata lebih tertarik membahas kemungkin dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan," katanya.

Daryoni mengatakan, meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo maksimum gempa megathrust dan skenario terburuk, hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan dan dimana gempa akan terjadi.

"Maka dalam ketidakpastian kapan terjadinya, yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkret untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa," ujarnya. (firman wijaksana/syarif abdussalam)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved