Anggota DPRD Bandung Ini Kaget Dipanggil KPK dalam Kasus Korupsi RTH, Diperiksa Hanya 5 Menit
Anggota DPRD Kota Bandung Entang Suryaman memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Sat Sabhara Polrestabes Bandung.
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Anggota DPRD Kota Bandung Entang Suryaman memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Sat Sabhara Polrestabes Bandung Jalan Ahmad Yani, Rabu (2/9/2020).
Entang Sutyaman dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung. Kasus yang merugikan negara Rp 60 miliar melibatkan terdakwa Tomtom Dabbul Qomar, Kadar Slamet mantan Anggota DPRD Kota Bandung periode 2014-2019.
"Kayaknya KPK salah informasi panggil saya. Makanya saya aneh kok dipanggil. Ternyata katanya Tomtom nyebut saya anggota Banggar," ujar Entang saat keluar dari gedung.
Ia mengaku tidak tahu banyak soal pengadaan RTH Kota Bandung yang dianggarkan sejak 2011 dengan anggaran awal Rp 15 miliar namun bertambah jadi Rp 120 miliar. RTH dibahas di Badan Anggaran DPRD Kota Bandung.
"Saya kan bukan anggota Banggar DPRD Kota Bandung. Saya anggota Bamus, tidak terkait membahas RTH,"ucapnya.
Sehingga, ia tidak lama menjalani pemeriksaan. Ia mengaku diperiksa soal keanggotaannya di Banggar.
"Ditanya anggota Banggar bukan, saya jawab bukan. Itu saja paling. Cuma lima menitanlah," ujar Entang.
Haru Suandharu, anggota DPRD Kota Bandung 2014-2019 turut diperiksa. Dia mengaku belum tahu banyak ihwal materi pemeriksaan.
Jaksa KPK, Chaerudin, dalam dakwaan untuk terdakwa Tomtom dan Kadar Slamet mengatakan, para terdakwa melakukan pengaturan dalam penganggaran, pelaksanaan dan pembayaran ganti rugi atas Kegiatan Pengadaan RTH Kota Bandung tahun anggaran 2012.
Yakni, dengan cara memerintahkan secara tertulis kepada DPKAD Pemkot Bandung untuk menambah nilai alokasi anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung Tahun 2012 tanpa didukung dengan hasil survei atas rencana luasan lahan dan nilai lahan yang dibebaskan.
"Lalu menyetujui usulan perubahan dan penambahan anggaran pada APBD dan APBD Perubahan (APBD-P) Tahun 2012 tanpa didukung dengan hasil survei atas rencana luasan lahan dan nilai lahan yang dibebaskan. Menyediakan tanah yang akan dibeli oleh Pemerintah Kota Bandung untuk mendapatkan keuntungan, turut menentukan formula/besaranperhitungan nilai ganti rugi pengadaan tanah yang lebih tinggi dari nilai transaksi yang sebenarnya dan dilakukan tanpa melalui musyawarah secara langsung dengan pemilik tanah/ahli waris,"ujar Chaerudin.
Melainkan dengan para penerima kuasa jual (makelar), mengetahui pembayaran tanah (RTH) bukan kepada pemiliknya/ahli waris dan menerima beberapa kali sejumlah uang secara bertahap untuk kepentingan pribadi sebagai keuntungan penjualan tanah kepada Pemerintah Kota Bandung.
"Sedangkan pada TA 2013 para terdakwa telah melakukan pengaturan dalam penganggaran atas kegiatan pengadaan tanah untuk Sarana Lingkungan Hidup-RTH Pemerintah Kota Bandung dengan cara meminta dan menyetujui usulan perubahan menambahkan anggaran pada APBD 2013 tanpa mencantumkan volume dan harga satuan lahan yang akan dibebaskan," ujar Chaerudin.
Dalam program itu, pada 2011, Pemkot Bandung hendak membuat RTH di Kecamatan Mandalajati dan Cibiru, Ujungberung dan Mandalajati. Perencanaannya melibatkan TAPD Pemkot Bandung dan Banggar DPRD Kota Bandung. Awalnya, alokasi anggarannya mencapai Rp 15 miliar untuk lahan RTH seluas 10 ribu meter persegi.