Kembali ke Habitatnya, Biarkan Si Abah Hidup dan Mati di Gunung Sawal

Si Abah dilepaslarkan. Dia pulang ke habitatnya di Gunung Sawal. Sang penguasa telah kembali.

Penulis: Andri M Dani | Editor: taufik ismail
Istimewa
Si abah, macan tutul yang hari ini dilepasliarkan ke hutan Gunung Sawal setelah direhabilitasi selama dua bulan. 

Meski sudah berusia tua, 12 tahun dan ompong,  gigi taringnya sudah patah dan mengalami kerontokan kumis namun menurut keterangan dokter hewan yang memeriksanya, Si Abah masih kuat untuk reproduksi. Membuahi macan tutul betina. Masih kuat untuk berkembangbiak.  

Setelah dilepasliarkan ke habitat aslinya di Gunung Sawal, mudah-mudahan Si Abah segera menemukan kembali keluarganya, betina dan anak-anaknya.

Berbeda dengan saat dilepasliarkan tahun 2018, ketika  dilepasliarkan tadi pagi, si Abah tidak lagi memakai kalung radiocollar di lehernya.

“Kalung (radiocollar)nya sudah dilepas. Radiocollar berfungsi efektif hanya selama 3 bulan. Tadi waktu dilepasliarkan, si Abah bebas tak berkalung,” katanya.

Dengan tidak adanya kalung radiocollar yang terpasang menurut Dede, untuk memantau dinamika Si Abah dan populasi macan tutul di Gunung Sawal akan mengandalkan 11 kamera pengintai yang terpasang di sudut-sudut strategis di hutan SM Gunung Sawal.

”Dan tiap tahun ada kegiatan monitoring populasi, penyebaran dan seks ratio macan tutul di Gunung Sawal,” ujar Dede.

Setelah Si Abah dilepasliarkan Selasa (25/8) dengan dukungan penuh pejabat Pemkab Ciamis, TNI/Polri berikut akademisi diharapkan menjadi pertimbangan bagi warga yang akan melakukan upaya-upaya melawan hukum bila ada macan tutul masuk mendekati kampung dan memangsa ternak.

“Kalau ada macan tutul turun gunung segera koordinasi dengan aparat setempat atau hubungi call center BKSDA. Kami akan terus menyosialisasikan dan mengedukasikan tentang penyelamatan satwa liar yang dilindungi. Jangan pasang perangkap, apalagi ditangkap sampai dibunuh. Ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menghalau kembali macan tutul di hutan,” katanya.

Secara turun temurun warga sekitar hutan Gunung Sawal sebenarnya sudah punya tradisi cara menghalau kalau ada macan tutul yang nyasar masuk pemukiman atau mendekati pemukiman.

Seperti mengusir atau menghalaunya dengan bunyi-bunyian.

“Kalau sampai ada ternak yang dimangsa, memang perlu dipikirkan kerugiannya yang diakibatkannya.” ujar Dede.

Guna menghindari hewan ternak dimangsa macan tutul, jangan membuat kandang ternak mendekati hutan.

Dan buat kandang dengan bahan yang kuat, tidak mudah dimasuki binatang buas seperti macan tutul.

Kandangnya diberi lampu, agar tidak gelap diwaktu malam. Dipasang bunyi-bunyian suara berisik, seperti gantungan kaleng susu bekas atau bekas compact disk (CD) dan sebagainya.

Ke depan, katanya, akan ada upaya pelarangan perburuan satwa di Gunung Sawal, termasuk larangan berburu babi.

Ada 575.393 Pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19 di Jawa Barat, Terbanyak di Wilayah Ini

Pendaftaran Cabup Cawabup Sukabumi 9 Hari Lagi, KPU: Sudah Ada 2 Parpol yang Berkoordinasi

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved