Tak Jadi Nelayan Meski Hidup di Bibir Pantai Cidaun, Tapi Malah Sukses Berternak Burung Perkutut
Sejak kecil hidup di pesisir pantai, ia tak memilih menjadi nelayan. Ia malah menekuni hobinya berternak perkutut sejak tahun 1962.
Penulis: Ferri Amiril Mukminin | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ferri Amiril Mukminin
TRIBUNJABAR.ID, CIANJUR - Suara khas burung perkutut terdengar nyaring bersahutan saat kaki menginjakkan di halaman rumah Ade (60) di Kampung Cipatat, Desa Kertajadi, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur.
Sumber suara berasal dari lima belas burung yang terlihat digantung di dalam sangkar di bagian atas teras rumah.
Di samping kiri ada tiga buah kandang peternakan burung perkutut. Tiga kandang tersebut berisi sekitar sembilan pasang induk yang sengaja dikawinkan oleh Ade untuk mendapatkan anakan yang biasa ia jual kepada warga yang datang.
Rumah Ade yang tak jauh dari Pantai Cidaun, membuat suara deburan ombak khas pesisir pantai bisa terdengar jelas dari rumahnya.
Namun sejak kecil hidup di pesisir pantai, ia tak memilih menjadi nelayan. Ia malah menekuni hobinya berternak perkutut sejak tahun 1962.
"Dulu masih banyak burung perkutut di hutan Cidaun ini, saya pelihara lama-kelamaan ada yang kawin dan beranak. Dari situ saya mulai menekuni usaha berternak burung perkutut ini," kata Ade ditemui di rumahnya, Minggu (9/8/2020).
Ade mengatakan, berternak burung perkutut cukup untuk menyambung hidup dan membiayai anak dan istrinya. Satu anakan burung perkutut ia jual paling murah Rp 500 ribu tergantung dari suara dan usia burung.
"Untuk indukan saya jual paling murah Rp 1,5 juta perpasangnya," kata Ade.
Ade mengatakan, sudah banyak pelanggan yang datang ke rumah. Ada yang beli untuk hobi, ada juga yang beli untuk kembali diternakkan.
"Perawatannya cukup mudah, paling banyak saya memberi beras merah. Kalau untuk obat herbal paling diberi bahan alami seperti buah paria dan terasi," katanya.
Ade pun memberikan ilmu berternak kepada para pembeli yang datang agar berhasil dalam mengerjakan burung perkutut.
"Kalau berdiskusi seringnya di acara kontes burung perkutut di Bandung. Tapi saya enggak pernah ikut kontes cuma melihat saja. Di sana banyak pehobi burung perkutut dari berbagai daerah, jadi bisa untuk diskusi dan tambah pengalaman juga," kata Ade.
Ade merawat burung perkutut bersama istrinya, Tuti (52), yang juga sudah biasa merawat dan menernakkan burung perkutut.
Setiap hari, selesai merawat dan memberi makan burung, keduanya santai di teras rumah sambil mendengarkan suara burung dan melihat deburan ombak Pantai Cidaun.