Ropih, Pelukis Asal Jalan Braga ini Tetap Mengajar, Menjadi Guru hingga Hari Tua
ROPIH Amantubillah, pelukis asal Jalan Braga, adalah seorang guru. Dia menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru, lulus pada 1979.
Lukisan Ropih memiliki khas warna keemasan. Dia memilih warna itu karena ingin hidup di zaman keemasan, tidak mau menderita.
Lukisan berjudul Zaman "Puncak Keemasan", misalnya, merupakan doa agar kariernya sebagai pelukis mencapai puncak seutuhnya.

Ropih pun pernah membuat lukisan berjudul "Bunga Harum Mewangi". Lukisan ini merupakan cerminan keinginan dia agar kehidupannya harum mewangi. Minimal, katanya, di lingkungan keluarganya.
"Banyak orang yang hidupnya sangat bermakna. Baunya wangi sampai sekarang, seperti Diponegoro yang namanya harum hingga sekarang," kata pria kelahiran 12 Februari 1959 ini.
Ropih mengaku belajar sejak berusia tujuh tahun. Dia belajar autodidak di bawah bimbingan ayahnya, Mumu Mitra, yang juga pelukis. Dulu, Mumu memiliki Sanggar Jiva Mukti di Babakan Siliwangi.
"Di sana saya belajarnya. Saat itu ayah saya membawa mitra ke sanggar lukisnya. Jadi, lingkungan memengaruhi saya untuk menjadi pelukis," katanya.
Dalam laman lukisanropih.tripod.com disebutkan, Ropih, pada 1995 hingga 1999, pernah bermukim sekaligus menimba ilmu di Bali.
Ropih adalah anak sulung dari 10 bersaudara. Selain dia, lima adiknya menjadi pelukis, yakn Wahyu, Asep Muslim Mulyana, Dede Ginanjar, Neneng Widia, dan Deden Sugih Abdurachman.
"Wahyu sekarang maju. Dia sekarang melukis di Cipedes," kata Ropih.

Ropih semula terkenal sebagai pelukis beraliran realis. Namun, kini, dia mengaku menjadi pelukis aliran ekspresionis karena tangan kanannya sudah tidak cekatan lagi untuk melukis.
Sejak mengalami stroke, empat tahun yang lalu, dia melukis menggunakan tangan kiri. Menurutnya, sulit melukis realis dengan menggunakan tangan kiri.
Ropih mengaku dulu dalam sebulan ia bisa menghasilkan empat hingga lima lukisan. Namun, katanya, sekarang hanya satu lukisan. Ropih mengaku karyanya hampir habis.
"Kalau lagi mau, ya, melukis. Melukis itu tergantung mood-nya," ujarnya. "Saya melukis sampai saya tidak mampu. Kalau saya mampu, mah, saya terus."
Pengalaman Unik
Ropi mengisahkan sebuah pengalaman uniknya selama berkarier menjadi pelukis. Dia pernah melukis di jalan, ukurannya kecil dan hanya membutuhkan 15 menit untuk menyelesaikannya, tapi ternyata bisa laku Rp 10 juta.
Saat itu, katanya, ada orang Inggris lewat, yang bilang lukisannya bagus. "Kejadiannya 8 tahun yang lalu. Orang Inggris itu nanya, 'Kalau dibeli berapa.' Saya tawarkan Rp 10 juta langsung dibeli, padahal ukurannya kecil," kata Ropih.