Hingga Juni, Ada 2.000 Janda Baru di Garut Usianya Rata-rata 25 hingga 40 Tahun, Hakim Kewalahan

Angka perceraian di Kabupaten Garut mengalami peningkatan setiap tahun. Hingga bulan Juni 2020, angka perceraian sudah mencapai 2.000 lebih perkara.

Penulis: Firman Wijaksana | Editor: Giri
Tribun Jabar/Firman Wijaksana
Pengadilan Agama Kelas 1A Garut. Angka perceraian di Kabupaten Garut setiap tahun terus meningkat. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana 

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Angka perceraian di Kabupaten Garut mengalami peningkatan setiap tahun. Hingga bulan Juni 2020, angka perceraian sudah mencapai 2.000 lebih perkara.

Per hari, angka persidangan di Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Garut minimal mencapai 100 perkara.

Setiap majelis hakim, bisa menyidangkan kasus perceraian berkisar 30 sampai 50 perkara.

Wakil Ketua PA Garut, Asep Alinurdin, membenarkan, dalam dua tahun terakhir angka perceraian di Kabupaten Garut cukup tinggi. Jumlah perkaranya bisa mencapai 5.000 sampai 6.000 perkara setiap tahun.

"Tapi jumlah itu tak hanya perkara perceraian. Ada juga isbat nikah (menikah secara sah menurut agama untuk mendapatkan pengakuan dari negara) dan dispensasi nikah (perkawinan di bawah umur). Cuma kasus perceraian paling mendominasi," ujar Asep di PA Garut, Jalan Suherman, Kamis (2/7/2020).

Mayoritas perceraian terjadi karena faktor ekonomi. Pasangan suami-istri sering berselisih paham hingga terjadi pertengkaran.

"Pertengkarannya tak hanya cekcok mulut, tapi ada juga yang sampai KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)," ucapnya.

Para pasangan yang mengajukan gugatan cerai, lanjutnya, sangat kecil kemungkinan untuk rujuk kembali. Meski pihaknya sudah melakukan mediasi, namun keberhasilannya di bawah 1 persen.

"Mereka yang mengajukan itu di atas 80 persen yang jadi penggugat atau tergugat tak hadir (saat dilakukan mediasi)," katanya.

Rata-rata usia yang mengajukan perceraian berkisar dari 25 sampai 40 tahun. Hanya ada dua sampai lima persen usia 50 hingga 60 tahun yang mengajukan gugatan.

Pemkab Cirebon Pindahkan Posko dan Lokasi Tes Covid-19, Alasannya Berkaitan dengan Masyarakat

Terkait angka perceraian di masa pandemi Covid-19, Asep menyebut tak terlalu signifikan. Meski faktor ekonomi jadi penyebab utama.

"Mungkin ada penambahan (angka perceraian) di masa pandemi ini, tapi tak sampai dua persen," ujarnya.

Tingginya angka persidangan, disebut Asep membuat pihaknya cukup kewalahan. Pihaknya kekurangan panitera pengganti dan petugas juru sita. Majelis hakim juga hanya ada 10 orang, padahal idealnya harus ada 20 dengan perkara yang tinggi.

Bupati Ciamis Minta Dishub Ubah Citra dan Opini, Selama Ini Terkesan Sarang Pungli

"Kami mungkin sedikit terlambat dalam menangani perkara. Soalnya satu hari itu per majelisnya bisa menangani 30 sampai 50 perkara. Ada 3 majelis per hari yang melakukan sidang. Jadi bisa ada 100 sampai 150 perkara," katanya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved