Dokter Gugat Rumah Sakit Ternama di Bandung Rp 60 Miliar, Ini yang Membuatnya Jengkel
Dr Ira Febri Yani Sp.OG., M.Kes, warga Tomang, Jakarta Barat, menggugat sebuah rumah sakit terkenal di Bandung Rp 60 miliar lebih
Penulis: Tatang Suherman | Editor: Kisdiantoro
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dr Ira Febri Yani Sp.OG., M.Kes, warga Tomang, Jakarta Barat, menggugat sebuah rumah sakit terkenal di Bandung Rp 60 miliar lebih, lantaran rumah sakit itu melakukan serangkaian tindakan pembohongan terhadap pasien dan keluarganya.
Dalam sidang perdana pekan lalu di Pengadilan Negeri Bandung, kuasa hukum Ira dari Law Office H.M. YOS FAIZAL HUSNI K.HASS, S.H.,M.Hum., and Associates, menyampaikan materi gugatan bahwa rumah sakit itu telah memberi keterangan bohong dalam proses pengobatan terhadap suami Ira, alm dr. Miftahurachman, Sp. PD., KEMD., M. Kes., FINASIM yang meninggal pada 16 Mei 2019.
Selama dirawat dari 5 Mei 2019 hingga meninggal, tergugat tidak memberikan informed consent kepada keluarga pasien, membuat cerita bohong, menagihkan pembayaran tidak sesuai dengan penggunaan.
• Seorang Pria di Sukabumi Dinyatakan Positif Covid-19, Berkaitan dengan Klaster Institusi Kenegaraan
Kuasa hukum tergugat H.M. Yos Faizal Husni, S.H., M.Hum., Abdul Wahid, S.H., dr. H Mahdar Solihin, S.H., Iyus Somantri, S.H., menyatakan bahwa tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365-1366-1367 KUHPerdata.
Kepada majelis hakim yang diketuai Haran Tarigan SH, kuasa hukum penggugat menyampaikan bahwa istri almarhum Miftahurachman tidak mendapat kejelasan penyebab kematian suaminya, padahal sudah berkali-kali diminta.
Menurut keterangan penggugat, ada beberapa tindakan yang tidak diketahui penggugat sebagai contoh rontgen, hemodialisa (cuci darah).
Penggugat juga kaget bahwa rumah sakit yang dalam we-nya mempromosikan diri sebagai rumah sakit kelas A, dengan fasilitas kesehatan lengkap, pada kenyataanya setelah dicek di Web Dinas Kesehatan Kota Bandung, rumah sakit tersebut termasuk dalam kelas C.
Pada tanggal 15 Mei 2019 atau sehari sebelum suami Penggugat meninggal, istri almarhum menerima kabar dari Tim dokter bahwa kesempatan hidup almarhum hanya tinggal 10 % akibat metastase.
Sampai almarhum menghembuskan napas terakhir, keluarga almarhum tidak menerima penjelasan yang transparan mengenai penyebab nyawa almarhum tidak tertolong. Karena penasaran, penggugat pergi ke Rumah Sakit Singapura tempat dimana alm dr. Miftahurachman, Sp.PD., KEMD., M.Kes., FINASIM., sebelumnya pernah berobat.
Dari dr RQ , dokter yang pernah merawat di Rumah Sakit Singapura, dengan membaca invoice tagihan pembayaran dan data hasil labolatorium, RQ memberikan pendapat dan analisa bahwa alm dr. Miftahurachman, Sp. PD., KEMD., M.Kes., FINASIM., meninggal karena perdarahan yang tidak cepat dihentikan penyebabnya dan di perberat oleh massive transfusion protocol sehingga menyebabkan oedema paru dan asidosis.
• Kalau Ada Pengendara Melawan Arus Hadang, Kalau Beri Jalan Malah Dinilai Dukung Pelanggaran
Usai menerima penjelasan dari Singapura, pada tanggal 9 Agustus 2019, peggugat mengadakan fi sebuah Restaurant di Bandung. Dalam pertemuan tersebut Tergugat mengakui bahwa kematian almarhum dikarenakan perdarahan bukan metastase.
Perwakilan tergugat juga mengakui bahwa penggunaan labu darah tidak seperti yang ditagihkan dalam invoice Rawat Inap, yakni sebanyak 161 labu darah padahal penggunaannya di bawah 100 (seratus) labu darah.
Kerugian
Penggugat melalui kuasa hukumnya meyakini bahwa tergugat telah melakukan pelanggaran hukum yang telah menimbulkan kerugian baik materil maupun imateril kepada Penggugat yang kalau dijumlahkan mencapai Rp. 60.414.694.030,- (enam puluh milyar empat ratus empat belas juta enam ratus sembilan puluh empat ribu tiga puluh Rupiah).
Sidang perkara ini akan dilanjutkan hari ini (Selasa 16/6) dengan materi mediasi di PN Negeri kelas 1 Bandung. (tat)