Habib Bahar bin Smith Akan Kembali Dakwah di Pesantren, Begini Kondisinya Setelah Keluar Penjara
HB Assayid Bahar bin Smith (36) berencana kembali beraktivitas normal setelah Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan kelas II A, Cibinong.
Penulis: Ery Chandra | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - HB Assayid Bahar bin Smith (36) berencana kembali beraktivitas normal setelah Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan kelas II A, Cibinong, Sabtu (16/5/2020) sore.
Kuasa hukumnya Habib Bahar, Aziz Yanuar, mengatakan kliennya tersebut dalam kondisi baik dan sehat setelah keluar penjara.
"Alhamdulillah beliau sehat bugar, kembali dakwah seperti biasa dan mengajar di ponpesnya," ujar Aziz saat dikonfirmasi Tribun melalui ponselnya, Minggu (17/5/2020).
Menurutnya, saat tiba di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Habib Bahar disambut suka cita oleh warga pesantren yang didirikannya tersebut.
Habib Bahar sebelumnya terangkut kasus penganiayaan. Habib Bahar didakwa pasal ganti atas tindakannya yang menentang, merampas kemerdekaan orang lain, menganiaya, dan tindakan kekerasan terhadap anak.
Dia menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, pada Kamis (28/2/2019).
Dia kemudian divonis bersalah dan dipenjara tiga tahun.
Berbaret Merah
Habib Bahar bin Smith selesai menjalani masa hukuman di Lapas Kelas II A Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Ia dibebaskan pada Sabtu (16/5/2020) pukul 16.00 WIB.
Ia keluar dengan mengenakan pakaian hitam dipadu baret merah berbintang lima.
Para narapidana menangis melepas kepergian Habib Bahar bin Smith.
"Pas keluar diiringi tangis para napi. Habib sempat sampaikan wejangan kepada narapidana untuk anti-narkoba dan saleh di penjara. Tetap istikamah," ujar kuasa hukumnya, Aziz Yanuar, saat dihubungi Tribun melalui ponselnya Sabtu (16/5/2020).
Pihaknya bersyukur Habib Bahar setelah menjalani masa hukuman dan menjalani sesuai prosedur, kini sudah dinyatakan bebas.
"Sudah bebas keluarnya jam empat tadi," katanya.

Awal Kasus
Habib Bahar bin Smith tersangkut kasus penganiayaan.
Ia mengakui kesalahannya menganiaya Cahya Abdul Jabbar dan Choirul Aumam Al Muzaki.
Kedua korban itu berpura-pura menjadi Habib Bahar bin Smith dan melakukan tindakan yang diduga bisa merusak nama baiknya.
Pengakuan Habib Bahar bin Smith terhadap penganiayaan itu disampaikan di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (23/5/2019).
"Menurut hukum positif, saya tidak punya kewenangan. Sebagai warga negara, perbuatan saya tidak benar menganiaya dan memukul," ujar Bahar saat menjawab pertanyaan hakim, Edison Muhamad.
"Apakah perbuatan yang saudara lakukan benar," ujar Edison.
Pernyataan Bahar di persidangan sekaligus membantah tudingan kriminalisasi ulama yang selama ini ditujukan pada polisi karena ia mengakui adanya hukum positif.
Bahar menyinggung soal alasannya kenapa ia tidak melaporkan Jabbar dan Al Muzzaki ke polisi karena mengaku-ngaku sebagai Habib Bahar saat berada di Denpasar, Bali.
"Mungkin banyak yang bertaya, kenapa ga laporkan. Saya percaya ini negara hukum, tapi berapa kali lapor orang-orang penegak hukum tidak pernah respons, giliran kami jadi terlapor, kami yang diproses. Hilang kepercayaan kami," ujar Bahar.
Edison menanggapi, dia diproses hukum karena dilaporkan dan disertai alat bukti.
Di persidangan, kata Edison, majelis hakim menghadirkan saksi korban, saksi-saksi yang melihat kejadian dan dilengkapi dengan video hingga visum.
"Tidak semua yang dilaporkan bisa langsung jadi terdakwa. Makanya saya tanya saudara Bahar benar enggak yang di video, benar enggak hasil visum," ujar Edison.
Pria berambut panjang dan pirang itu memahami maksud dari Edison.
Karenanya, ia kembali lagi mengakui kesalahannya.
"Semua bukti yang dihadirkan benar, kami akui perbuatan kami salah," ujar Bahar.
Bahar membantah dirinya menyuruh murid-murid pesantrennya menganiaya Zaki.
"Saya tidak menyuruh santri untruk menganiaya Zaki, saya hanya menyuruh santri saya untuk mencukur rambut Zaki yang kuning supaya tidak meniru saya," ujarnya.

Vonis Tiga Tahun
Jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa kasus penganiayaan Habib Bahar bin Smith menerima putusan hakim dan tidak akan menyatakan banding atas pidana penjara 3 tahun yang dijatuhkan.
"Jaksa menyatakan menerima putusan hakim, tidak akan mengajukan upaya hukum atas vonis Pengadilan Negeri Bandung yang mengadili Habib Bahar," ujar Kasipenkum Kejati Jabar, Abdulmuis Ali di Jalan LLRE Martadinata, Rabu (17/7/2019).
Habib Bahar bin Smith divonis penjara 3 tahun, sedangkan tuntutan jaksa menuntut 6 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana di Pasal 333, 170 dan Pasal 80 Undang-undang Perlindungan Anak.
"Dalil pertimbangan jaksa, diakomodir seluruhnya oleh hakim dalam memutus perkara tersebut," katanya.
Sementara itu, terkait eksekusi putusan hakim, jaksa masih menunggu salinan lengkap putusan majelis hakim.
"Untuk pelaksanaan eksekusi akan sesuai domisili terpidana, yakni di Kabupaten Bogor," ujar Ali.

Dipindah ke Bogor
Kepala Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Abdul Muis Ali, mengatakan bahwa salah satu alasan eksekusi terpidana Habib Bahar bin Smith ke Lapas Pondok Rajeg Bogor ialah domisili terpidana.
"Alhamdulillah kita telah berhasil mengeksekusi terpidana Habib Bahar bin Smith dan kawan-kawannya dari Mapolda Jabar ke Lapas Pondok Rajeg," kata Abdul Muis Ali, Kamis (08/8/2019).
Di Lapas Pondok Rajeg Bogor tersebut, Habib Bahar bin Smith dan rekannya akan menjalani masa hukumannya.
• Satuan Sabhara Polres Cimahi Amankan Dua Pemuda Bawa Obat Terlarang dan Empat Sepeda Motor
• Anda Harus Punya Surat Izin Jika Ingin Keluar-Masuk Jakarta, Begini Cara Memperolehnya
Pada tanggal 9 Juli 2019, Majelis Hakim yang diketuai oleh Edison Mochamad menyatakan bahwa Habib Bahar bin Smith secara sah dan meyakinkan telah menganiaya, merampas kemerdekaan dan perlindungan anak.
"Memutuskan hukuman kepada terdakwa Habib Bahar bin Smith selama tiga tahun penjara, denda Rp 50 juta dan subsider satu bulan kurungan dan biaya perkara senilai Rp 5 ribu," kata Edison Mochamad (09/7/2019).
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu hukuman pidana selama enam tahun, denda Rp 50 juta dan subsider tiga bulan kurungan serta biaya perkara Rp 2 ribu. (*)