Trik Pengusaha Hadapi Virus Korona
Pengusaha Sepatu Sneakers di Cibaduyut Isolasi Karyawan dan Terus Berproduksi daripada Merumahkan
Pengusaha sepatu sneakers di Cibaduyut, Yusuf Sahroni isolasi karyawan dan terus memeproduksi daripada merumahkannya.Puluhan ribu pekerja
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Januar Pribadi Hamel
Kendala lainnya, kata Lilo, toko-toko pelanggan banyak yang meminta mundur jatuh tempo pembayaran, yang memberikan efek domino memaksa perusahaan mengajukan penangguhan pembayaran ke pemasok bahan baku.

"Aktivitas pekerja juga banyak yang bergilir. Pegawai-pegawai yang sakit dipaksakan jangan masuk karena akan berisiko pegawai lain tertular. Hal tersebut menurunkan produktivitas kerja karyawan," katanya.
Lilo mengatakan sulit mengejar target pemasaran karena situasi lapangan yang membuat petugasnya susah masuk ke wilayah yang menerapkan karantina.
"Karyawan juga ada yang meminta untuk dirumahkan karena takut wabah jika tetap bekerja ke lapangan," kata Lilo.
Muhammad Yasin, pemilik Gesit Konveksi, merumahkan beberapa karyawannya. Yasin menunggu produksi kembali berjalan dan karyawan yang dirumahkan akan dipanggil lagi. "Lumayan tantangannya dan itu untuk menghemat anggaran," kata Yasin lewat aplikasi WhatsApp, Kamis (2/4).
Sekarang, kata Yasin, cuma satu orang karyawan lapangan dari sebelumnya tiga karyawan. Mereka adalah yang bertugas di lapangan yang biasa belanja-belanja bahan, kirim-kirim barang, dan lain-lain.

Menurut Yasin, April ini belum ada order yang masuk. Biasanya, kata Yasin, setiap hari orderan masuk. "Ini April baru dua hari. Dampak virus korona ini lumayan," katanya.
Yasin memiliki rencana, kalau kondisi belum banyak berubah, dia akan menghentikan produksi supaya beban operasionalnya tidak banyak. Untuk topi pun, kata Yasin, sekarang tidak banyak orderan. Sebagian mitra (penerima maklun), katanya, berhenti jahit.
Kondisi serupa dialami pengusaha rajut binong. Bahkan, Asep Dadang (42), pengusaha rajut, mengatakan barang pesanan yang tertahan mencapai 90 persen. "Itu terjadi karena banyak perusahaan ekspedisi yang libur," kata Asep lewat WhatsApp, Kamis (2/4).

Menurut Asep, produksi rajutnya masih berjalan dan pesanan datangnya hanya dari online, sedangkan lewat offline sedikit. Karena itu, karyawan di rumahnya bergilir masuk bergantian selama seminggu.
Hal yang sama dirasakan perajin rajut lainnya, Epa Sartika (39). Menurutnya, di Binongjati masih ada yang berproduksi. Namun, katanya, sebagian lagi diliburkan.
Menurutnya, barang banyak yang menumpuk di gudang karena orderan cenderung sepi. Lagi pula, kata Epa, banyak perusahaan ekspedisi yang tutup. "Yang saya tahu itu di sekitaran Jalan Ibrahim Adjie," kata Epa lewat WhatsApp, Kamis (2/4).
Pengusaha sepatu pun merasakan hal yang sama. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengrajin Alaskaki Indonesia (APAI), H. Taufiq Rahman, MBA (52), perusahaan sepatu banyak yang berhenti total.

"Sekarang bahan baku tidak ada. Kirim barang juga tidak bisa. Kan, dilarang pemerintah. Beberapa kota sudah ditutup. Yang bisa lewat cuma ekspedisi sembako," katanya kepada Tribun lewat WhatsApp, Kamis (2/4).
Taufiq mengatakan, berdasarkan info dari teman-temannya, banyak perajin beristirahat dulu. "Kami hanya bisa istirahat di rumah. Bantu pemerintah untuk tinggal dalam rumah saja mencegah penyebaran Covid-19," katanya. (nazmi abdurahman/januar ph)