Mengintip Permukiman Kumuh di Balik Dinding Sungai Citepus Bandung yang Kerap Meluap
Sungai Citepus di Kota Bandung disebut daerah aliran sungai yang kondisinya parah oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC)
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Dedy Herdiana
Di dinding sungai, di beberapa titik terdapat lubang yang tersambung menuju permukiman kumuh. Untuk menuju dasar sungai memungut sampah, Usman keluar lewat salah satu lubang tersebut.
Adapun lubang tersebut sengaja dibuat untuk membuang air yang jatuh dari Jalan Citepus melewati pemukiman warga.
"Ini saya kumpulkan sampah plastik berupa botol yang terbawa dari hulu. Saya tinggal disana (menunjuk permukiman beratap asbes). Kalau hujan deras, air sungai naik. Airnya suka masuk ke rumah saya lewat lubang itu," kata Usman.
Enah (60), tinggal di rumah berukuran 15 meter persegi beratap asbes.
Nyaris tidak ada sinar matahari bisa masuk ke dalam rumah berdinding triplek itu.
Dinding sebelah timurnya langsung menghadap ke sungai. Sedangkan di sebelah baratnya Jalan Citepus.
Di depan rumahnya, ada lubang berdiameter setengah meter yang tersambung langsung dengan dasar sungai.
Enah menempati rumah itu sejak 35 tahun lalu di tanah milik Husen Sastranegara.
"Jadi suka banjir sebetis dari sungai dan dari jalan. Enggak bisa pindah, mau pindah ke mana. Tapi sudah biasa sih," ujar dia.
Beralih Fungsi
Kepala Bidang Operasi dan Pengendalian BBWSC, M Dian menerangkan, sepanjang aliran Sungai Citepus, semuanya sudah beralih fungsi jadi bangunan.
Air tidak bisa lagi meresap ke tanah.
"Saat hujan deras, air melimpah ke sungai. Laju run off air jadi cepat. Sungai tidak bisa menampung air hingga akhirnya melimpah ke jalan," kata dia.
Potensi banjir di Bandung terukur dengan rumusan jika curah hujan mencapai 50 milimeter per jam.
Namun di wilayah Citepus, curah hujan di bawah 50 milimeter saja bisa berpotensi banjir di kawasan Pasteur, Pagarsih hingga kawasan Pajagalan.