Terpidana Korupsi di Sukamiskin Meninggal Dunia Tadi Sore, Ditemukan Dalam Kondisi Dingin di Sel

Terpidana kasus korupsi di Lapas Sukamiskin meninggal dunia tadi sore. Ditemukan dalam kondisi dingin di selnya.

Penulis: Mega Nugraha | Editor: taufik ismail
daniel damanik/tribun jabar
Suasana di depan Lapas Sukamiskin Bandung jelang salat Idul Adha,Rabu (22/8/2018). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNJABAR.ID, BANDUN‎G - Warga binaan Lapas Sukamiskin Bandung, terpidana kasus korupsi bernama Slamet Riyana meninggal dunia di kamar selnya, Minggu (22/9/2019).

"Meninggal dunia, atas nama Slamet Riyana pada Minggu pukul 18.30 di kamar selatan atas nomor 24," ujar Kadiv Pas Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Abdul Aris via ponselnya.

Ia mengatakan, penemuan warga binaan meninggal dunia bermula saat Slamet Riyana tidak keluar kamar.

Petugas sempat menggedor-gedor pintu yang dikunci dari dalam.

"Pada sekitara pukul 18.30 didapati dalam keadaan tidur dengan kondisi dingin. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter lapas, Slamet Riyana mempunyai riwayat hipertensi dengan tekanan antara 180-200/100 dan segera dirujuk ke RS Hermina Arcamanik untuk segera mendapatkan pemeriksaan lanjut," kata dia.

Kemudian, setelah dibawa di IGD RS Hermina Bandung Slamet Riyana dinyatakan meninggal dunia.

Slamet Riyana, kata dia, merupakan terpidana korupsi dengan vonis pidana penjara selama 5 tahun.

"Sisa pidananya 1 tahun 7 bulan. Perkara pidana korupsi," ujar Abdul Aris.

Perkara itu ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan divonis bersalah melakukan tindak Pasal 12 huruf E Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus suap.

Informasi yang dihimpun, Slamet Riyana merupakan pegawai di Kantor Pajak Kebayoran Baru III.

Perkara korupsinya dilakukan bersama Hery Setiadhi dan Indarto Catur Nugro‎ho.

Majelis Hakim menyatakan, ketiga terdakwa terbukti memeras perusahaan wajib pajak, yakni PT EDMI Indonesia.

Hery, Indarto dan Slamet, masing-masing menjabat sebagai supervisor, ketua tim, dan anggota tim pemeriksa pajak.

Awalnya, PT EDMI diketahui memiliki kelebihan dalam pembayaran pajak penghasilan badan usaha pada 2012, dan pajak pertambahan nilai pada tahun 2013, yang jumlahnya sekitar Rp 3 miliar.

Ketiga terdakwa memeras PT EDMI untuk membayarkan uang sejumlah Rp 450 juta, agar kelebihan pajak bisa dikembalikan.

Para terdakwa berulang kali menghubungi pejabat PT EDMI untuk memastikan pemberian uang.

Dalam melakukan aksinya, para terdakwa juga mengancam pejabat PT EDMI. Terdakwa menyatakan akan mempersulit administrasi PT EDMI untuk pengurusan pajak selanjutnya.

Terdakwa mengancam, mengatakan apakah PT EDMI masih mau bertahan lama di Indonesia.

Selanjutnya, ketiga terdakwa sepakat uang yang akan diberikan diturunkan jumlahnya menjadi Rp 150 juta.

Namun, pejabat PT EDMI tetap menolak memberikan uang dan disepakati bahwa uang yang akan diberikan sebesar Rp 75 juta.

"Perbuatan terdakwa meminta uang capek, Majelis berkesimulan bahwa para terdakwa memiliki maksud menyalahgunakan kekuasaan dan berupaya menguntungkan diri sendiri," kata Hakim, dikutip dari Kompas.com.

Kronologi Detik-detik Meninggalnya Itoc Tochija Terpindana 7 Tahun di Lapas Sukamiskin

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved