Pilpres 2019
Jelang Sidang Gugatan Pilpres 2019 di MK, Ini Tudingan Tim Hukum Prabowo-Sandi ke KPU
Tidak hanya itu, BPN juga menuntut agar Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU diberhentikan dari jabatannya.
TRIBUNJABAR.ID - Jelang sidang gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (14/6/2019), Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga Uno ( BPN) menuding Komisi Pemilihan Umum terlibat dalam beberapa kasus kecurangan.
Tidak hanya itu, BPN juga menuntut agar Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU diberhentikan dari jabatannya.
Dituding gelembungkan 17 juta suara
Tim hukum BPN menuding bahwa KPU menggelembungkan 17 juta suara.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan, menyebut pihaknya berpedoman pada prinsip-prinsip yang benar.
"KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2019 berpedoman pada prinsip independensi, profesional, dan transparan serta membuka ruang bagi partisipasi masyarakat. Oleh karena tuduhan pengelembungan suara sebanyak 17 juta sungguh tidak dapat diterima," kata Wahyu saat dikonfirmasi, Rabu (12/6/2019).
• Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK, Prabowo dan Sandiaga Uno Dipastikan Tak Hadir, Apa Alasannya?
Wahyu mengatakan, selama rekapitulasi suara secara berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat, saksi paslon nomor urut 02 tidak pernah menyampaikan keberatan.
Saksi Prabowo-Sandi juga tak pernah mengajukan data pembanding terkait dengan selisih perolehan suara.
Tudingan penggelembungan suara tersebut pertama kali muncul dalam materi perbaikan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan BPN Prabowo - Sandiaga Uno pada Senin (10/6/2019).
Wahyu mengaku, pihaknya siap untuk menghadapi tim hukum BPN.
"Oleh karena itu, KPU siap menghadapi tim hukum 02 dalam persidangan PHPU di MK dengan bukti dan data dukung yang lengkap," ujarnya.
Tim Hukum BPN Prabowo - Sandiaga Uno menyerahkan berkas perbaikan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/6/2019).
Salah satu materi yang digugat berkenaan dengan potensi penggelembungan suara yang dilakukan KPU dan merugikan pasangan Prabowo - Sandiaga Uno.
Dalam berkas perbaikan permohonan sengketa BPN, mereka menuding adanya data pemilih yang tidak wajar, data pemilih ganda, Nomor Induk Kependudukan (NIK) kecamatan 'siluman', hingga indikasi rekayasa NIK.
• 5 Dugaan Kecurangan Pilpres 2019 Ini Diadukan BPN, Sebut Netralitas Polisi dan Diskriminasi
BPN minta Ketua dan Komisioner KPU Dihentikan
KPU menganggap pengajuan pemberhentian ketua dan komisioer KPU melalui Mahkamah Konstitusi yang dilakukan Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno adalah salah alamat.
Ia mengatakan bahwa persoalan etik penyelenggara pemilu menjadi wewenang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno melalui petitum perbaikan permohonan sengketa hasil pilpres meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberhentikan Ketua dan Komisioner KPU.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Arief Budiman menyebut bahwa persoalan etik penyelenggara pemilu menjadi wewenang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Mahkamah Konstitusi, kata Arief Budiman, berwenang untuk menangani sengketa hasil pemilu.
"Kalau ada pelanggaran etik, kinerja komisioner, silahkan dibawa ke DKPP. Kalau ada sengketa hasil dibawa ke MK," kata Arief Budiman saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2019).
Menurut Arief Budiman, setiap persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu memiliki saluran tersendiri.
Misalnya, jika ada pelanggaran administrasi pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berwenang menangani.
Jika pelanggarannya masuk ranah pidana, maka menjadi kewenangan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
"Ini salah alamat atau tidak ya silakan Mahkamah yang menilai," kata Arief Budiman.
BPN Prabowo - Sandiaga Uno menyerahkan berkas perbaikan permohonan sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/6/2019).
Ada sejumlah pasal dan petitum yang ditambahkan. Salah satunya, pada petitum nomor 13, BPN meminta supaya seluruh Komisioner KPU diberhentikan.
Bunyinya adalah sebagai berikut: Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekruitmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU.
• Skema Pengamanan di Mahkamah Konstitusi Saat Sidang Sengketa Pilpres, 12 Ribu Personel Dikerahkan
KPU Tidak akan jawab semua tuduhan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya akan menjawab tudingan dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga Uno ( BPN) yang dianggap relevan dalam sidang gugatan Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Komisioner KPU Hasyim Asyari, mengatakan bahwa KPU akan menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan pekerjaan KPU.
"Sepanjang relevan atau berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, KPU akan jawab. Kalau itu bukan urusanya KPU, KPU tak akan menjawab," kata Hasyim saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (12/6/2019).

Hasyim mengatakan, dalil yang tak relevan untuk ditanggapi KPU misalnya soal penggerakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam berkas pemohonan sengketa pilpres yang diserahkan BPN ke MK, terdapat dalil yang menuding pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi - Maruf Amin telah melibatkan ASN untuk kepentingan pemilu.
Dalil tersebut tertera dalam bagian "Tentang Kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif: Penggunaan Birokrasi dan BUMN."
Dalam dalilnya, BPN menyinggung pernyataan sejumlah Menteri Jokowi, seperti Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
• LINK LIVE STREAMING Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Bisa Ditonton Lewat HP
Pernyataan para menteri yang dicantumkan ini dikutip dari pemberitaan media online.
Menurut Hasyim, dalil tersebut tidak relevan untuk ditanggapi oleh KPU.
"KPU kan nggak bisa menggerakan ASN, nggak bisa mencegah ASN," ujarnya.
Sementara itu, untuk dalil-dalil yang memang relevan dengan penyelenggaraan pemilu, KPU telah menyerahkan dokumen jawaban dan alat bukti ke MK.
"Tapi kalau urusan soal Situng, ini kok kesalahanya masif, nah ini kan urusanya KPU. Maka KPU akan urusi yang jadi urusan KPU," kata Hasyim.
MK akan mulai menggelar sidang perdana gugatan hasil pemilu presiden pada Jumat (14/6/2019).
Dalam sidang gugatan yang diajukan kubu Prabowo - Sandiaga Uno ini, MK akan memutuskan lanjut atau tidaknya sengketa ke tahapan persidangan dengan mempertimbangkan permohonan beserta barang bukti yang diajukan (Putusan Sela).
Jika berlanjut, maka pada 17-24 Juni, MK melakukan sidang dengan agenda pemeriksaan pembuktian. Hal ini termasuk rangkaian dalam proses persidangan sengketa. Pada 28 Juni, MK akan membacakan putusan sengketa Pilpres 2019.

Agenda sidang perdana
Sidang sengketa gugatan Pilpres 2019 akan digelar di Mahkamah Konsititusi hari ini, Jumat (14/6/2019).
Agenda hari ini adalah pembacaan materi gugatan dari pemohon, yaitu Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Sementara, pihak termohon adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Selain penyelenggara pemilu, yang ikut menjadi termohon adalah calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Jokowi - Maruf Amin.
Menurut informasi dari Humas MK, persidangan akan dibuka dan dimulai pada pukul 09.00 WIB. Namun, pihak terkait atau pihak yang berperkara akan memasuki ruang sidang pleno lebih awal, yakni pada pukul 08.00 WIB.
Adapun, awak media diberikan waktu untuk bersiap di ruang sidang pada pukul 07.00 WIB. Persidangan ini bersifat terbuka untuk umum.
Namun, karena keterbatasan tempat, pengunjung sidang juga dibatasi.
Masyarakat dapat memantau persidangan melalui akun Youtube “Mahkamah Konstitusi RI”.
Selain itu, akan ada siaran langsung yang menampilkan jalannya persidangan.
Sidang perdana ini merupakan pendahuluan dalam rangka memeriksa kejelasan permohonan dan memberikan nasihat kepada pemohon terkait gugatan yang diajukan.
Pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh panel hakim yang terdiri dari paling sedikit tiga orang Hakim.
Pasca sidang pemeriksaan pendahuluan, pemohon diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, sidang pemeriksaan perkara akan dilakukan pada 17-21 Juni 2019.
Sidang tersebut dengan agenda pemeriksaan saksi dan alat bukti. Kemudian, hakim konstitusi akan menggelar rapat permusyawaratan hakim pada 24-27 Juni 2019.
Tahap akhir berupa sidang pengucapan putusan akan disampaikan pada 28 Juni 2019. (Kompas.com/TribunJabar.id)
• Terungkap, Ternyata Ini Alasan Ustaz Abdul Somad Tak Jadi Cawapres Prabowo, UAS Cerita Panjang Lebar