Kronologi Kasus Kedua yang Menjerat Itoc Tochija, Beri Jalan PT LBW Gasak Duit Negara Rp 37 Miliar

Mantan Wali Kota Cimahi Itoc Tochija menjalani sidang dakwaan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Mega Nugraha
Itoc Tochija menjalani sidang dakwaan kasus korupsi dana penyertaan modal di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (11/3/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - Mantan Wali Kota Cimahi Itoc Tochija menjalani sidang dakwaan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (11/3/2019).

‎Menurut jaksa dalam dakwaan nomor PDS-01/CMH/01/2019, kasus ini bermula pada 2006-2007 Pemkot Cimahi menyertakan modal kepada PD Jati Mandiri sebesar Rp 42 miliar untuk kerjasama operasi antara PD Jati Mandiri dengan Idris Ismail selaku Direktur Utama PT Lingga Buana terkait investasi pembangunan Pasar Raya Cibeureum di lahan seluas 24,790 meter persegi.

Semula, Idris Ismail, mengajukan izin prinsip pemanfaatan lahan di Kelurahan Cibeureum Kota Cimahi untuk hotel dan apartemen. Lahan itu milik orang lain. Pemkot Cimahi menolak pengajuan izin prinsip itu karena tidak punya lahan sebagai potensi pendapatan daerah serta alasan kemacetan.

"Terdakwa Itoc Tochija kemudian menawarkan ldris untuk bekerjasama dalam rangka pemanfaatan lahan di lokasi Kelurahan Cibeureum untuk membangun Pasar Raya dan Sub Terminal-nya. Terdakwa menjanjikan, Pemkot Cimahi akan memberikan dana pembangunan untuk saksi bermodalkan tanah di Kelurahan Cibeureum Kecamatan Cimahi Selatan," ujar jaksa Harjo.

Selanjutnya, kata jaksa, Idris Ismail menyetujuinya. Padahal‎, sejak 2006, status kepemilikan tanah tersebut masih dalam sengketa di PN Bale Bandung.

"Bahwa tanah tersebut bukan milik Idris Ismail, melainkan milik PT Adhi Darma. Terdakwa juga tahu tanah tersebut belum bersertifikat dan masih sengketa," katanya.

‎Untuk menindaklanjuti permintaan tersebut, Idris kata jaksa, diminta Itoc untuk mendirikan perusahaan perseroan terbatas dinamakan PT Lingga Buana Wisesa (LBW). Lalu, kata jaksa, terdakwa meminta Idris mengikutsertakan anaknya, Puti Melati sebagai salah satu direktur‎ untuk memudahkan mengambil keuntungan.

"Perbuatan terdakwa tersebut melanggar Pasal 76 ayat 1 Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah," ujar Harjo.

Syahrini dan Reino Barack Kompak Pamer Foto Akad Nikah di Jepang, Ada Juga Video Trending di Youtube

Setelah PT LBW terbentuk, Idris menempuh berbagai persyaratan administrasi penyertaan modal daerah. Pemkot Cimahi mengajukan persetujuan ke DPRD Cimahi untuk penyertaan modal tersebut dan disetujui.

Setelah semua administrasi dipenuhi, Pemkot Cimahi melalui PD Jati Mandiri menyertakan modal dengan total Rp 42 miliar untuk pembangunan Pasar Raya Cibeureum dan sub terminal. Lalu pihak kedua, PT LBW menyediakan lahan 24,790 meter persegi yang belakangan masih tanah sengketa dan diakui sebagai milik Idris Ismail.

Mantan pejabat teras Pemkot Cimahi, Benny Bachtiar disebut dalam dakwaan jaksa. Saat itu, Benny menjabat Kasubbid Perencanaan Pendapatan dan Anggaran Belanja. Dalam dakwaan jaksa, saat membahas anggaran penyertaan modal di DPRD Cimahi, Itoc tidak memasukkan penyertaan modal Rp 31 miliar dalam nota keuangan. Kenyataanya, Itoc meminta Benny untuk memasukkan Rp 27 miliar di pembahasan anggaran.

Dari penyertaan modal tersebut, kata jaksa, terdapat penggunaan dana pembelian tanah 4,500 meter persegi senilai Rp 10,1 miliar, padahal dalam perjanjian kerjasama, tanah disediakan Idris Ismail, bukan oleh Pemkot Cimahi, apalagi dengan membeli lahan.

Pelajar SMA N 5 Padang Demo dan Mogok Belajar, Tuntut Kepsek Lengser, Belajar Kalau Ada Keputusan

"Terdakwa Itoc meminta Direktur PD Jati Mandiri Uyat Suyatna untuk mempercepat pembangunan proyek Pasar Raya Cibeureum namun Uyat menolak untuk membeli tanah 4,500 meter persegi itu karena tanah belum bersertifikat. Karena tetap menolak, terdakwa memberhentikan Uyat Suyatna dari jabatan PD Jati Mandiri pada Oktober 2007 dan diganti Adjan Sudjana," ujar jaksa.

Pada 2010, PD Jati Mandiri dijabat Usman Rahman. Kontrak kerjasama tersebut diputus karena pembangunan terhambat. Pemutusan kerjasama itu ditindak lanjuti dengan kesepakatan baru antara PD Jati Mandiri dan PT LBW. Salah satunya, membagi kekayaan kerjasama operasi diantara keduanya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved