Koperasi
Beromzet Miliaran Rupiah, Kiprah Koperasi Mahasiswa Tak Bisa Dianggap Remeh
Banyak kopma yang notabene pengurusnya murni mahasiswa justru dapat dikategorikan sebagai koperasi yang sehat. Kopma mampu melaksanakan kewajiban rapa
Penulis: Darajat Arianto | Editor: Darajat Arianto
"Aset Kokesma ITB sekitar Rp 230 juta. Kami juga mengelola sejumlah unit usaha yang memberikan omzet positif," kata Ketua Kokesma ITB, Alfontius Linata, kepada Tribun Jabar di kampus ITB, Selasa (25/9).
Sejumlah unit usaha dijalankan Kokesma ITB seperti kantin, toko kesejahteraan mahasiswa (tokema), dan unit usaha waralaba logistik. Dengan unit usaha tersebut Kokesma ITB mampu mempekerjakan 19 orang karyawan.
Alfontius tidak menyebutkan besaran omzet. Namun yang pasti, dari omzet tersebut, dalam RAT yang digelar Januari 2018, Kokesma ITB membagikan SHU bagi sekitar 123 anggotanya berkisar Rp 100.000‑300.000.
Sebagai mahasiswa, mengelola Kopma supaya selalu berkategori sehat memang tidak mudah. Sebagai pengurus, bukan hanya dituntut supaya unit usaha berjalan lancar sesuai rencana. Selain itu, pengurus harus mampu menambah serta mengelola anggota. "Persoalan di Kokesma ITB, mahasiswanya sangat sibuk kuliah sehingga banyak yang menjadi anggota pasif yang pada akhirnya harus dicoret dari keanggotaan," kata Alfontius.
Lain halnya di Kopma BS‑UPI yang tetap mempertahankan status keanggotaan meski yang bersangkutan masuk kategori pasif. Bahkan, kata Irfan, anggota pasif itu tetap berhak mendapat simpanan pokok dan wajib, ketika dia lulus kuliah.
Baik Irfan maupun Alfontius sepakat, mengurus kopma memberikan pengalaman baru bagi mereka yang awalnya buta sama sekali dengan dunia perkoperasian. Pengalaman mengelola koperasi memberikan pelajaran baru dalam kewirausahaan. Sebuah pengalaman yang dapat dijadikan sebagai bekal berwirausaha di luar kampus.
Pengamat ekonomi Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi, sependapat. "Sudah seharusnya kopma menjadi role model bagi mahasiswa memulai berbisnis secara profesional. Bukan hanya sebagai unit kegiatan mahasiswa (UKM) di kampus," ujar Acuviarta.
Maka, kata Acuviarta, kopma yang dikelola secara profesional itupun pada akhirnya mampu melahirkan entrepreneur muda. Jadi, tidak hanya diharapkan tetap dapat mengimplementasikan pengalamannya mengelola koperasi di masyarakat.
Banyaknya kopma berkategori sehat membuktikan sebenarnya generasi muda, khususnya mahasiswa, mampu menjadi generasi penerus perkoperasian di Indonesia. Koperasi di Indonesia sama sekali tidak kekurangan kader pengurus.
Minat mahasiswa sebagai representasi generasi muda terhadap koperasi diyakini Acuviarta terus tumbuh. Terutama bila kopma yang ada di kampus, mampu berkontribusi terhadap munculnya entrepeneurship baru yang sukses di masyarakat.
Semakin banyak generasi muda yang berminat dalam berkoperasi jelas mengubah citra koperasi di Indonesia. Karena itu, peran serta mahasiswa melalui kopma merupakan bentuk kontribusi generasi muda dalam memperkuat koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa.
Melihat kenyataan dan perkembangan tersebut, keberadaan koperasi mahasiswa tentunya sudah tak bisa dianggap remeh. (*)