Gempa Donggala
Cerita Alfred Lande Selamat dari Gempa Palu: 'Terlambat Lima Detik, Saya Jadi Mayat'
Untung Alfred tidak memilih jalan ke arah kiri hotel. Bila Alfred memilih jalan tersebut atau terlambat lima detik saja, bisa jadi ia tewas.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Kisdiantoro
TRIBUNJABAR.ID - Satu lagi kisah mendebarkan korban selamat dari dahsyatnya gempa dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah.
Hari itu, Jumat (28/9/2018), Alfred Lande tengah berada di Swiss-Belhotel Palu untuk mengikuti kegiatan yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Morowari Utara.
"Waktu itu pukul 18.00 Wita. Sebagai peserta sekaligus wartawan, saya sedang mempersiapkan alat-alat liputan seperti tustel, laptop, dan lainnya. Tiga menit kemudian, bencana itu datang. Hotel bergetar cukup kuat. Semua peralatan dalam ruangan jatuh berantakkan. Secepat itu pula kami melompat ke luar ruangan dan berlari di lorong hotel yang gelap-gulita," kata Alfred, seperti dikutip Tribun Jabar dari akun Facebook pribadinya, Rabu.
• Cerita Perjuangan Ibu Hamil Selamat dari Gempa Palu: Air Mata Sudah Terasa Darah
Ia pun sampai di halaman depan hotel. Terlihat tamu lain dan karyawan hotel yang juga berlarian menyelamatkan diri.
Tak berselang lama, kata Alfred, ombak menghantam hotel.
"Beberapa orang berteriak, 'lari...lari...tsunami, cepat lari....'," ujarnya.
"Dalam waktu bersamaan gelombang besar sudah sampai di jalan raya di depan hotel. Kami semua kalangkabut. Seorang ibu yang tidak bisa lari sempat saya tarik beberapa meter. Saya dan beberapa orang menerobos reruntuhan rumah di depan hotel dan seterusnya lari menyelamatkan diri ke arah dataran tinggi Donggala Kodi. Puluhan orang lainnya berlari ke arah kiri-kanan hotel," tambahnya.
Untung Alfred tidak memilih jalan ke arah kiri hotel. Bila Alfred memilih jalan tersebut atau terlambat lima detik saja, bisa jadi nyawanya ikut melayang.
• Kisah Warga Bandung Selamatkan Diri dari Hotel Roa Roa yang Runtuh: Aduh Saya Gak Bisa Ngomong Deh
"Jika melihat hempasan gelombang tsunami saat itu, saya perkirakan cukup banyak yang menjadi korban jiwa terutama yang lari ke arah sebelah kiri hotel. Bisa dibayangkan kontainer ukuran 40 feet saja bisa terlempar hingga puluhan meter. Buktinya, pada Sabtu pagi, ditemukan ratusan jenasah sepanjang pinggir pantai dari Swissbel Hotel hingga Pantai Talise," tulis Alfred.
"Jika saya terlambat lima detik saja atau berlari ke arah sebelah kiri hotel, mungkin nasib saya akan terjadi seperti ratusan korban yang bergelimpangan pagi itu," tambahnya.
Kini, Alfred masih trauma saat mengingat insiden mengerikan itu.
Bahkan untuk menonton berita gempa dan tsunami Sulteng, ia tidak sanggup.
Dalam penyelamatannya tersebut, Alfred tak sempat membawa perlengkapan.
Ia tak memakai alas kaki, pakaian pun hanya yang menempel di badan.
Malam itu, di tengah kegelapan malam, Alfred harus melalui medan penuh duri dan batu tajam.
• Fahmi Syahrul Mati-matian Selamatkan Istri yang Hamil Tua dari Gempa Palu hingga Lolos Naik Pesawat
"Di sana sini kami harus melompat karena tanah terbelah akibat gempa. Setelah sekitar 20 menit berjalan di sela rerumputan, kami tiba di jalan raya yang menuju ke gunun," katanya.
"Sambil berlari menyelamatkan diri, suara tangisan dan pengharapan kepada Sang Pencipta terus terdengar. Ucapan “Allahu Akbar, Tuhan Yesus tolong kami, dan kata-kata penyerahan diri lainnya terus bergema sambil berlari. Semuanya seperti tersadar begitu kecilnya keberadaan manusia dalam kondisi dan kekalutan seperti itu," tulis Alfred.
"Semakin malam, suasana semakin mencekam. Sebagian besar pengungsi di perbukitan Donggala Kodi tanpa keluarga yang lengkap. Rata-rata terpencar mencari selamat. Begitu ada di ketinggian baru sadar bahwa anggota keluarganya ada yang tertinggal di bibir pantai. Seorang ibu yang memegang dua anaknya yang masih bayi, sambil menangis memanggil-manggil suaminya. Ternyata, setengah jam sebelum terjadi peristiwa itu, suaminya turun ke laut untuk memancing," tambahnya.