Maraknya Kecelakaan saat Memayu Trusmi, Warga Enggan Sewakan Kuda
Maraknya kecelakaan kuda tiap tahun saat Memayu Trusmi membuat warga lokal enggan menyewakan kudanya kepada pemuda.
Penulis: Siti Masithoh | Editor: Ravianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Memayu Trusmi atau perayaan warga Trusmi, Kecamatan Plered, jelang musim hujan, sebentar lagi digelar.
Acara tiap tahun ini biasanya dipadati ribuan pengunjung baik warga lokal maupun luar daerah.
Jalur Pantura Cirebon pun ditutup untuk memberikan kesempatan warga melakukan arak-arakan. Tiap Memayu digelar, biasanya ada pacuan kuda yang diikuti oleh pemuda setempat.
Pengakuan Bobotoh yang Menghalangi Pengeroyokan Haringga Sirla, Selamatkan Dompet yang Hampir dicuri https://t.co/yM1baGQhBu via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 28, 2018
Namun, maraknya kecelakaan kuda tiap tahun saat Memayu Trusmi membuat warga lokal enggan menyewakan kudanya kepada pemuda.
Pada Memayu Trusmi tahun lalu, kecelakaan kuda terjadi dan akhirnya kuda tersebut harus dipotong mati.
"Biasanya sih warga lokal enggan menyewakan kuda, kasihan kudanya dipacu berjam-jam mulai dari dini hari hingga siang keesokan harinya, saya juga termasuk tidak mau menyewakan kuda," kata Jaya, salah satu pemilik kuda di Desa Wotgali, Kecamatan Plered, Jumat (28/9/2018).
Jaya sendiri memiliki satu ekor kuda berusia enam tahun.
• Target Adipura untuk Purwakarta, Wabup Purwakarta Turun Tangan Bersihkan Sampah
Menurutnya, para pemuda tidak hilang akal, sebab mereka akan memburu kuda hingga luar daerah demi tetap mengikuti pacuan kuda di Memayu Trusmi tersebut.
"Biasanya datang ke Garut, Tasikmalaya, atau Lembang. Di sana banyak kuda yang bisa disewakan. Satu kali sewa per event Rp 1,5 juta. Namun, obrolan terakhir saya dengan pemilik kuda di Lembang, mereka pun enggan menyewakan kudanya karena kasihan," tuturnya.
Jaya menambahkan, faktor kecelakaan kuda yang sering terjadi biasanya disebabkan kuda yang kelelahan karena dipaksa untuk terus dipacu, kemudian biasanya pemuda yang menaiki kuda tidak ahli.
Namun, menurutnya, Memayu Trusmi sangat identik dengan pacuan kuda. Sehingga jika tidak ada pacuan kuda saat acara adat ini dirasakan tidak sempurna.
"Kalau harus dihapus, kita juga tidak setuju. Acara ini dari dulu ramainya karena kuda. Hanya yang kita minta adalah pemudanya harus lebih menyadari jika kuda tidak bisa terus-terusan dipacu, sosialisasi oleh pihak berkepentingan harus terus dilakukan," kata dia.
• Rumah Hantu di Desa Sirnamulya Dibuat Bukan untuk Ditinggali, Ternyata untuk Ini
• Rumah Hantu di Lahan Proyek Tol Cisumdawu, Setengah Jadi dan Dibiarkan Kosong