Deretan Kekeliruan Christopher Columbus yang Justru Dikenang sebagai Mahakarya Eksplorasi Dunia
la warga Italia. Christopher Columbus juga bukan penjelajah pertama yang "menemukan" benua Amerika.
Semua sudah tahu bahwa dunia bundar, justru Columbus sendiri yang keliru mengenai luas bundaran dunia ini.
Christopher Columbus mengira ukuran bola dunia ini sekadar kecil-kecil saja, hingga apabila berlayar ke arah Barat dia akan berhasil mencapai Cathay (Cina) atau India.
Tanpa sadar bahwa di bagian Barat Eropa masih ada benua bukan Asia.
Baca: Manajer Persebaya Komentari Bonek yang Berulah di Bandung: Mereka Gak Bisa Bahasa Surabaya
Maka ketika mendarat di Pulau Guanahani, Columbus langsung memproklamasikan dirinya sudah tiba di Asia.
Ketika menelusuri gugusan pulau di wilayah Kuba, ia berkhayal berada di kawasan India.
Dapat dimengerti jika penduduk asal setempat itu juga disebutnya sebagait Indian (kekeliruan sebutan yang sampai kini masih dipertahankan).
Sampai saat akhir hayatnya pada tahun 1506, Christopher Columbus masih tetap bersikeras menganggap dirinya sudah berhasil menemukan kawasan Asia lewat jalur Barat!
Kini kita semua tahu bahwa Christopher Columbus keliru!
Bobotoh Gigit Jari, Rahmad Darmawan Resmi Gabung Sriwijaya FC https://t.co/D4tT3U5yFA via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) November 24, 2017
Namun, andaikata Christopher Columbus tidak keliru, profil peradaban planet Bumi tentu beda ketimbang apa yang terjadi di masa kini. Entah lebih baik atau lebih buruk, namun pasti: lain!
Maka kekeliruan Christopher Columbus masih dikenang sebagai salah satu mahakarya eksplorasi yang ikut membentuk peradaban dan kebudayaan umat manusia dengan rasa terima kasih dan hormat!
Kecuali oleh masyarakat "Indian" – yang nyaris punah akibat angkara murka para pendatang dari Eropa - yang memang malah berhak mencaci-maki Christopher Columbus sebagai biang keladi malapetaka suku bangsa mereka!
Kekeliruan, baik yang dibuat oleh Columbus sendiri maupun persepsi atas karsa dan karya Columbus, itu merupakan satu bukti lagi betapa sejarah dapat mendistorsi kebenaran dan secara psikososial manjur membius persepsi kultural.
(Ditulis oleh Jaya Suprana. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2001)