Soal KPK Jemput Paksa Setya Novanto, Fahri Hamzah: Saya Tidak Percaya Kita Semua Sudah Gila
Novanto sudah tiga kali mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi kasus e-KTP.
TRIBUNJABAR.CO.ID - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkejut dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga berupaya menjemput paksa Ketua DPR Setya Novanto.
"Kalau ada yang berani jemput paksa Setya Novanto, itu pasti perintah datang dari orang kuat di negara ini sehingga aparat kepolisian khususnya mau saja ikut-ikutan merusak lembaga negara," kata Fahri, Rabu (15/11/2017).
Bantu Pelanggan Urus Ini Itu, ''Driver'' Ojek Online Teriak saat Tahu Jumlah Uang yang Diterimanya https://t.co/dK4Dw58KwL via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) November 16, 2017
Fahri mengaku sudah mendengar rumor terkait upaya penjemputan paksa Setya Novanto yang dilakukan malam ini.
Namun, ia sempat tidak percaya dengan rumor tersebut.
"Saya tidak percaya bahwa kita semua sudah gila," kata Fahri.
Menurut Fahri, keterlibatan KPK dalam gerakan politik menarget Novanto akan menghancurkan seluruh bangunan negara hukum di Indonesia.
Baca: Wow! Luar Biasa, Pasangan Ini Mampu Tabung Uang Koin Hingga Rp 265 Juta
"Presiden Jokowi harus bertanggung jawab apabila hal itu terjadi," katanya.
Novanto sudah tiga kali mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi kasus e-KTP.
Pada Rabu (15/11/2017) Novanto yang diperiksa sebagai tersangka juga mangkir.
Akhirnya pada Rabu malam ini, sejumlah penyidik KPK mendatangi rumah Ketua DPR itu.
Baca: Babak Belur Bersama Pesib Bandung, Febri Hariyadi Bertekad Bawa Timnas Indonesia Menang Lawan Suriah
Berdasarkan pantauan Kompas.com, sejumlah petugas kepolisian terlihat berjaga.
Bahkan, ada aparat kepolisian yang membawa senapan laras panjang yang berjaga. (Kompas.com/IHSANUDDIN)
'Licinnya' Setya Novanto Saat Namanya Terseret Kasus Korupsi, 3 Kasus dalam 5 Tahun
Ketua DPR RI, Setya Novanto, kini 'menghilang' tak tahu ada di mana.
Pada Kamis (16/11/2017) malam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya jemput paksa Ketua umum partai Golkar tersebut di kediamannya di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sayangnya saat penyidik KPK tiba, Setya Novanto diketahui tidak berada di rumahnya.
Baca: Niat Melerai Perkelahian Antara Satpol PP dan Pedagang, Warga Bojongmeron Malah Kena Bogem Mentah
Perbincangan penyidik KPK dengan kuasa hukum dan istri Novanto berlangsung alot.
Pada Kamis (16/11/2017) dinihari, pukul 00.41 WIB KPK kemudian memberikan keterangan resmi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengimbau Novanto agar menyerahkan diri.
"Karena ada kebutuhan penyidikan KPK menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap SN dalam dugaan tindak pidana korupsi KTP elektronik," kata Febri, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (15/11/2017).
Baca: Setya Novanto Sudah Dicegah ke Luar Negeri Sejak 2 Oktober 2017
Nama Setya Novanto bukan kali ini saja terlibat dalam pusaran kasus korupsi.
Setidaknya dalam lima tahun terakhir nama Novanto disebut terkait kasus korupsi sebanyak tiga kali, termasuk kasus korupsi proyek e-KTP.
Dilansir TribunJabar.co.id dari Kompas.com, Novanto pernah diperiksa KPK untuk tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal dalam kasus korupsi proyek pembangunan sarana dan prasarana PON Riau 2012.
Saat itu Novanto diperiksa sebagai saksi.
Baca: Gagal Ditangkap KPK, Setya Novanto Dipertimbangkan Masuk DPO
Novanto pernah bertemu dengan Rusli dan melakukan pembicaraan soal pembangunan sarana dan prasarana PON 2012.
Berselang dua tahun, nama Setya Novanto kembali menjadi perbincangan saat polemik perpanjangan PT Freeport Indonesia di Papua.
Bahkan kala itu ada istilah yang populer di kalangan publik, yaitu 'Papa minta saham'.
Masih melansir dari Kompas.com, Setya Novanto disebut-sebut telah meminta 20 persen saham PT Freeport Indonesia.
Ia juga disebut minta jatah 49 persen saham dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Urumuka, Papua dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.
Baca: Istri Setya Novanto Tak Penuhi Panggilan KPK karena Alasan Sakit, Warganet: Sebelas Duabelas
Dugaan keterlibatan Novanto mulai terendus saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada 16 November 2015 silam.
Permintaan saham oleh Novanto dilakukan saat dirinya berbicara dengan Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin pada 8 Juni 2015.
Sebagai pelapor, Sudirman juga menyertakan salinan percakapan Novanto dan transkripnya.
Verifikasi MKD sempat mengalami hambatan saat adanya upaya menggagalkan kasus 'Papa Minta Saham' tersebut.
Pada akhirnya sidang MKD melahirkan dua kubu, yaitu yang meminta Novano dihukum berat dan sedang.
Namun ketika sanksi itu hendak ditentukan, Novanto tiba-tiba dikabarkan telah melayangkan surat pengunduran diri sebagai ketua DPR.
Kasus 'Papa minta saham' pun ditutup dikarenakan Novanto sudah mengundurkan diri. Ditambah lagi juicial review Novanto dikabulkan Mahkamah Agung.
Novanto bebas, MKD kemudian memulihkan nama baik Ketua Umur Partai Golkar tersebut. (Tribun Jabar/Indan Kurnia Effendi)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/fahri-hamzah-dan-setya-novanto_20171116_101949.jpg)