Ada Pesawat Tempur MiG-21 di ITB, Ini Ceritanya Mengapa Bisa Ada di Sana

Di sana mukim satu unit MiG-21 yang pernah memperkuat AURI (kini TNI AU) yang khusus dibeli untuk mengusir Belanda dari Irian Barat.

Editor: Ravianto
net
Mikoyan Gurevich 21 (MiG-21) 

“Kemudinya sangat sensitif dan pesawat ini terbang lebih cepat dari yang saya perkirakan. Tapi, lama terbangnya, walau dengan drop tank, amat singkat. Cuma 1 jam 40 menit. Dengan begitu kita harus tahu bagaimana trik menerbangkannya,” ungkap Marsda (Pur) Roesman, sesepuh AURI yang pernah dipercaya jadi komandan skadron pencegat sayap delta ini.

mig-21
Inlet Cone yang merupakan bagian khas dari MiG-21, selanjutnya juga terlihat di moncong mesin SR-71 Blackbird.

“Terbang lurus-lurus saja, tidak perlu belok kiri-kanan, daripada tidak bisa pulang. Untuk itu kita memang harus bisa lebih dulu menghitung di titik mana pesawat musuh yang akan dicegat,” tambahnya tentang trik itu kepada Angkasa.

Indonesia mendatangkan jet-jet ini pada 1962, sebagai bekal untuk menghadapi kekuatan militer Belanda dalam kampanye Trikora.

Ketika itu bersama rombongan pembom Tu-16 serta MiG-15, MiG-17 dan MiG-19, pemerintah membeli 22 unit dari tipe MiG-21 F-13 dan MiG-21U. Namun, pesawat-pesawat ini tak pernah benar-benar turun berperang karena Belanda akhirnya bersedia mundur setelah didesak oleh PBB.

Lalu, adakah keunggulan MiG-21 yang kemudian diadopsi pesawat-pesawat berikutnya? Ada, bahkan tak sekadar pesawat, tetapi juga rudal. Kelebihan dimaksud adalah inlet coneyang bentuknya amat khas.

Kerucut metal di cerobong masukan udara ini rupanya tidak dibuat untuk memperindah sosoknya, melainkan memang ada maksudnya.

Inlet cone bisa digerakkan maju-mundur tak lain untuk menyetel kecepatan mesin, terutama saat kecepatannya menembus Mach 1.

Hal ini dimungkinkan karena maju-mundur inlet cone akan menentukan besar kecilnya pasokan udara ke ruang pembakaran mesin. Inlet cone selanjutnya diterapkan pada pesawat jet dan rudal supersonik, seperti SR-71 Blackbird dan P-800 Oniks/Yakhont.

Nah, ketika sejumlah staf pengajar FTMD ikut dilibatkan dalam proyek KFX/IFX dengan Korea Selatan, mestinya ada pula seuntai transfer teknologi dari sang legenda yang ikut terbawa dalam perancangan jet tempur masa depan Indonesia-Korea Selatan ini.

Walau terkesan samar, sudahlah jelas bahwa mereka adalah ilmuwan yang pernah berkutat di laboratorium FTMD.(angkasa.grid.id)

(Baca juga laporannya di Majalah Angkasa, edisi Juni 2017)

———

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved