Sorot
Mudik, Lebaran, dan Kampung Halaman
MASIH banyak sebagian warga masyarakat yang belum memperhatikan segi keselamatan...
Penulis: Dicky Fadiar Djuhud | Editor: Dicky Fadiar Djuhud
Baca: Subhanallah! Wanita ini Masuk Islam setelah Iseng Berpuasa di Bulan Ramadan, Kisahnya Bikin Takjub
Jika nanti ditemukan pemudik dengan mengendarai sepeda motor membonceng banyak anak akan diimbau untuk turun dan berganti dengan angkutan bus.
Ya, hiruk-pikuk manusia dalam tradisi menyembulkan jejak kearifan hidup ihwal asal-muasal kejadian yang melekat dalam dimensi eskatologis kemanusiaan.
Kampung halaman merupakan sepetak tanah awal mula manusia hadir di ruang nyata.
Tak bisa dimungkiri, sepetak tanah yang dihinggapi manusia untuk pertama kali merupakan jejak sejarah paling agung dalam mengawali perjalanan hidup.
Baca: Imam Masjid di London Panen Pujian, Termasuk dari Penulis Buku Harry Potter
Di situlah manusia mengawali sejarah yang dilalui; sejarah kekalahan atau kemenangan.
Kalau manusia selalu teguh dengan keagungan Yang Esa sebagaimana suara azan yang didengar waktu hadir di dunia, maka kemenangan akan selalu teriring dalam sejarah perjalanan hidupnya.
Kenyataannya, kini mudik sekadar prosesi penuh gemuruh, capek di perjalanan, kecelakaan, dan pamer harta dengan sanak famili.
Kampung halaman menjadi kampung memamerkan segala kemewahan dan kemegahan yang didapat di perantauan.
Baca: Daripada Beli Rokok, Pria ini Memilih Menabung Uangnya, Setelah Setahun Dia Bisa Beli Motor Baru
Kalaupun membagi-bagikan jajan atau angpao, kerap kali hanya diapresiasikan sebagai wujud cukupnya materi yang diraih.
Lebaran, atau perayaan berakhirnya bulan Ramadan, memang fenomenal.
Ada yang menyebutnya tradisi kolosal. Sebutan yang bukan berlebihan.
Paling tidak dikaitkan dengan jumlah pemudik.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/dicky-fadiar-djuhud-versi-lebar_20150619_144531.jpg)