Coffee Break
Tujuh Puluh
Apakah yang istimewa ketika Republik Indonesia berulang tahun yang ke-70? Mungkin saja banyak orang yang menganggapnya biasa-biasa saja.
Penulis: Hermawan Aksan | Editor: Hermawan Aksan
DARI segi estetika, angka 70 mungkin kalah dibandingkan dengan angka 69, sebuah keseimbangan yin dan yang. Namun, dari sisi kuantitas, tentu saja 70 lebih unggul. Meskipun hanya berselisih satu, angka 70 terkesan lebih istimewa karena sudah berbeda kepala.
Nah, apakah yang istimewa ketika Republik Indonesia berulang tahun yang ke-70? Mungkin saja banyak orang yang menganggapnya biasa-biasa saja: sama seperti perayaan tahun-tahun sebelumnya. Bendera dan umbul-umbul di mana-mana. Pawai bunga dan karnaval. Lomba balap karung dan panjat pinang. Dan seterusnya. Mungkin juga akan bermunculan pertanyaan yang sudah usang: benarkah kita sudah merdeka?
Tahun ini istimewa setidaknya terlihat dari jumlah angka 17, 8, dan 45 (tentu dari 17 Agustus 1945), yang ternyata tepat sama dengan 70. Bukankah ini hanya terjadi sekali dalam 70 tahun yang sudah terlewati, bahkan hingga tahun-tahun mendatang?
Lagi pula, angka 70 bukan tanpa makna. Angka ini muncul dalam ayat kitab suci. Lepas dari isinya, angka 70 tertulis misalnya pada Surat At-Taubah ayat 80: "Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Allah sekali-kali tidak akan memberikan ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang fasik."
Sebuah hadis dari al-Bukhari pun menyebut angka yang sama: "Demi Allah! Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali."
Angka 70 juga tersurat dalam Perjanjian Baru, Mat 18:22, Yesus berkata: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."
Tafsir menyebutkan bahwa angka 70 dalam ayat Alquran itu bukanlah benar-benar angka 70 sebagai jumlah, melainkan angka 70 dalam bahasa Arab, yang berarti jumlah yang banyak, atau tak terhingga.
Jadi—ini pengandaian saja—andai kita membaca angka 70 dalam perayaan ulang tahun Republik Indonesia bukan benar-benar angka 70, melainkan sebagai sebuah jumlah yang banyak, kita bisa saja melihat republik ini sebagai sebuah negara yang sudah berusia banyak—alias tua. Dan karena sudah tua, negeri ini tentu merupakan negara besar yang makmur, seperti banyak negara lain yang besar dan makmur karena sudah lama merdeka, semisal Amerika.
Namun, rupanya, negara juga seperti manusia: usia belum tentu menunjukkan kematangan. Banyak yang berusia dewasa, malahan paruh baya, tapi perilakunya tetap kekanak-kanakan. Sebaliknya, banyak remaja yang berpikiran matang dan dewasa.
Dibandingkan dengan Amerika, yang sudah lebih dari dua ratus tahun merdeka, apalagi Thailand, negeri yang tidak pernah dijajah, usia 70 negeri kita belumlah seberapa. Jadi, wajar saja kalau sampai sekarang negeri kita masih "begini-begini saja"—masih jauh dari impian negeri yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja. Namun Malaysia dan Singapura, dua negeri jiran yang usianya lebih muda daripada Indonesia, nyatanya sudah melangkah lebih jauh di depan kita. Apa sebabnya, para ahli pasti sudah kerap mengulasnya.
Yang pasti, kalau negara ini belum juga "dewasa" seperti banyak negara lain, kita tidak bisa menimpakan tanggung jawab semata-mata di pundak pemerintah sekarang. Negara kita seperti sekarang merupakan hasil proses panjang, dengan pemerintah yang terus berganti. Namun, kalau dalam setahun ini kita belum melihat selangkah pun tahap yang lebih maju, tentu patut disayangkan.
Menjelang peringatan ke-70 RI, pemerintah sudah jauh-jauh hari membuat logo, yang didominasi warna merah dan putih. Ada angka 70, yang menyerupai kepala burung garuda, lambang negara kita, dengan bulu kepala di belakang angka 7 dan 0 berjumlah 4 dan 5—melambangkan tahun kemerdekaan RI. Angka 70 berwarna putih itu berada di tengah lingkaran merah. Di atas lingkaran itu tertera tulisan "Indonesia Merdeka", sedangkan di bawahnya "Ayo Kerja". Pesannya: ajakan bersama kepada pemangku negeri dan rakyat untuk bersama-sama bekerja keras mewujudkan mimpi dan harapan cita-cita kemerdekaan.
Menurut saya, logo itu sederhana tapi dalam makna. Tapi tanggapan orang memang selalu berbeda-beda. Di media sosial, misalnya, ada yang menganggap tulisan "Indonesia Merdeka" masih sekadar slogan, belum merasakan kemerdekaan, sekarang malah makin parah. Ada juga yang menyebut tulisan "Ayo Kerja" sebagai "kerjanya suka-suka buat aturan sendiri, yang kerja orang asing, pribumi malah di-PHK". Bahkan ada yang menulis angka 7 sebagai "presiden ke-7 yang bikin heboh" dan angka 0-nya sebagai "nol hasilnya, tanpa hasil, omong doang".
Ya sudah, anggap saja lucu-lucuan.
Kita cuma berharap angka 70 bisa menjadi pemicu, bukan sekadar seremonial macam "peringatan emas" saat republik ini berulang tahun ke-50, dua puluh tahun lalu. (*)