Coffee Break

Aking

MENGHERANKAN juga tidak ditemukan kata aking, baik dalam KBBI maupun KUBI Badudu-Zain.

Penulis: Hermawan Aksan | Editor: Dedy Herdiana
zoom-inlihat foto Aking
ist
Hermawan Aksan, Wartawan Tribun Jabar

MENGHERANKAN juga tidak ditemukan kata aking, baik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) maupun Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) Badudu-Zain. Setidaknya, di KBBI daring. Di lema nasi memang banyak sekali macam nasi, mulai nasi beriani, nasi detus, nasi golong, nasi goreng, dan seterusnya hingga nasi ulam. Semuanya jenis nasi yang enak dimakan, yang memang jenis makanan konsumsi kita.

Tapi tak ada nasi aking.

Baik di KBBI maupun di KUBI, ada sedikit penjelasan mengenai aron. Menurut KUBI, aron berarti setengah matang. Di KBBI ditambahi keterangan "tentang nasi dan ketan". Menurut KUBI, mengaron berarti menanak beras sampai setengah matang, kemudian meneruskan memasaknya dengan kukusan. Di KBBI, mengaron berarti merebus beras setengah matang untuk kemudian dikukus. Sama saja, hanya dengan kata-kata yang berbeda.

Dalam bahasa Sunda, aron dalam pengertian di atas adalah gigih. Saya tidak yakin banyak orang yang memaknai kata aron sebagai (nasi) setengah matang. Pertama, boleh jadi banyak orang (Sunda terutama) memaknai aron sebagai nasi basi yang dikeringkan dengan cara dijemur. Makna aron seperti ini tak lain sama dengan aking yang selalu menjadi pembicaraan ketika harga beras mahal. Kedua, di zaman sekarang mungkin orang makin malas menanak beras dengan melalui tahap aron atau gigih dengan cara merebus, kemudian memindahkannya ke dalam kukusan. Di era masa kini, orang akan lebih suka  memasak nasi dengan rice cooker atau magic com. Bisa ditinggal dan matang dengan sendirinya.

Mengapa kamus bahasa tidak/belum menampung kata aking atau aron dalam makna nasi basi mungkin menarik juga ditelisik. Kamus dikatakan merupakan himpunan kata yang hidup di masyarakat. Apakah ketika kedua kamus itu disusun kata aking dan aron belum hidup di masyarakat? Kata aking ini banyak disebut ketika banyak orang mengonsumsinya. Orang makan nasi aking karena tidak mampu membeli beras. Orang tidak mampu membeli beras karena, itu tadi, harga beras mahal sementara penghasilan tetap atau mungkin berkurang.

Wikipedia sudah lebih maju dalam menangkap fenomena nasi aking. Menurut ensiklopedia daring ini, nasi aking adalah ômakanan yang berasal dari sisa-sisa nasi yang tak termakan yang dibersihkan dan dikeringkan di terik matahari. Nasi aking biasanya dijual sebagai makanan unggas. Tetapi belakangan masyarakat pun mulai mengonsumsi nasi aking. Nasi aking bukanlah makanan yang layak dikonsumsi manusia; berwarna cokelat dan dipenuhi jamur. Namun, masyarakat kelas bawah menjadikannya sebagai makanan pokok pengganti nasi karena tak mampu membeli beras. Untuk menghilangkan bau, nasi aking terlebih dahulu dipisahkan dari kotoran, dicuci, dijemur, lalu diberi kunyit untuk mengurangi rasa asam akibat jamur yang tertinggal.

Sejauh yang saya ingat, ketika saya masih di SD tahun 1970-an, ibu saya sering menjemur nasi sisa di bawah sinar matahari. Sejak kecil saya mengenalnya sebagai aron. Aron itu kemudian dijadikan makanan ayam peliharaan, atau ayam siapa pun yang lewat dekat rumah kalau nasi aron itu masih bersisa. Saat itu saya tentu saja tidak pernah membayangkan nasi aron dimakan manusia karena nasi itu memang sudah basi dan berjamur. Kadang warnanya kemerahan, kadang bersemu hitam. Dan baunya jelas tidak enak.

Jika ada orang makan nasi aron atau nasi aking, kita bisa membayangkan bahwa mereka terpaksa melakukannya. Nasi aking tidak pernah layak dijadikan makanan kesukaan, apalagi menjadi menu kuliner.

Atau mungkin ada yang punya ide cemerlang menjadikan nasi aking sebagai bahan makanan yang lezat dan bergizi?

Konon di zaman prakemerdekaan, di zaman kemerdekaan, dan zaman Orde Lama, banyak orang miskin. Bisa diduga saat itulah banyak orang makan nasi aking. Di zaman Orde Baru memang tidak ada lagi "orang miskin" karena yang ada keluarga "prasejahtera".

Di era reformasi, nasi aking tetap populer dan fakta itu menunjukkan tetap adanya orang miskin di negeri ini. Juga sampai era Presiden Jokowi saat ini.

Kata tetangga saya: keberhasilan pemerintah bisa dilihat dari harga beras. (Hermawan Aksan)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved