Sunjaya Purwadisastra Ungkap Aliran Dana ke Ketua DPRD Rp 1,5 Miliar hingga Saweran Rp 2,64 Miliar
Bupati Cirebon non aktif, Sunjaya Purwadisastra, mengungkap penggunaan dana belasan miliar rupiah, termasuk untuk saweran, pada sidang pledoi
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Tarsisius Sutomonaio
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Bupati Cirebon non aktif, Sunjaya Purwadisastra, mengungkap penggunaan dana belasan miliar pada sidang pledoi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (8/5/2019).
Seperti diketahui, Sunjaya Purwadisastradidakwa Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana karena menerima sejumlah uang dari Gatot Racmanto atas promosi jabatan sebagai Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Cirebon.
Pada sidang tuntutan 24 Apri lalu, Sunjaya Purwadisastra dituntut jaksa dengan pidana penjara selama 7 tahun.
Dalam pledoinya, selama 2015 hingga 2017, ia menganggarkan Rp 1,8 miliar untuk tiga kali kunjungan presiden. Uang untuk pengamanan dari aparat TNI/Polri setiap kali kunjungan mencapai Rp 600 juta.
"Untuk Ketua DPRD Kabupaten Cirebon dalam rangka Raperda RTR menjadi Perda, diminta ketua DPRD sebesar Rp 1,5 miliar dari permintaan Rp 2 miliar, pengesahan APBD dan APBD perubahan tiap tahun uang ketok palu rata-rata Rp 1 M," ujar Sunjaya Purwadisastra.
Kemudian Rp 1,8 miliar untuk mengatasi enam kali demo pembebasan lahan seluas 200 hektare untuk PLTU 2, termasuk memproses tanah tak bertuan ex anggota PKI yang melarikan diri ke Tiongko.
Tanah tersebut akhirnya bisa disertifikatkan lewat proses hukum disertai aksi demo dengan total biaya Rp 1,5 miliar.
• Di Pengadilan, Sunjaya Purwadisastra Ungkap Alasan Terima Uang Terima Kasih, Singgung Gaji Bupati
• Terdakwa Setor Rp 100 Juta ke Sunjaya Purwadisastra untuk Jadi Sekdis PUPR Cirebon
"Untuk THR Forkopimda totalnya Rp 475 juta. Untuk 50 LSM masing-masing Rp 1, juta sehingga totalnya Rp 75 juta. Untuk ulama dan kyai serta 40 ketua MUI Rp 115 juta. Untuk Forkopimda, LSM dan MUI kecamatan itu rutin setiap tahun," ujar Sunjaya.
Ia juga mengaku mengeluarkan uang untuk ibu-ibu jemaah di Pendopo Pemkab Cirebon setiap bulan selama 4 tahun hingga total Rp 2,4 miliar.
"Undangan hajatan itu hampir setiap hari. Di Cirebon ada tradisi saweran, amplop hajatannya sih Rp 750 ribu, tapi untuk sawernya Rp 2 juta sekali undangan. Kalau sekali undangan hajatan saja sudah Rp 2,75 juta. Sudah saya hitung, rata-rata ada 20 kali undangan dalam 12 bulan Rp 660 juta, selama 4 tahun saya menjabat Rp 2,64 miliar," kata dia.
Semua pengeluaran uang itu, kata Sunjaya Purwadisastra, tidak dibiayai APBD. Penghasilan Sunjaya sebagai Bupati Cirebon hanya Rp 6,5 juta di luar tunjangan dan honor lainnya yang berjumlah sekitar Rp 200 juta per bulan.
"Yang mulia, saya berkata jujur, penghasilan seorang bupati tidak sebanding dengan tanggung jawab yang harus diembannya sehingga mau tidak mau dengan terpaksa, mau menerima ucapan terima kasih meskipun itu tidak dibenarkan," ujarnya.
Kata dia, idealnya kebutuhan operasional harian kepala daerah dianggarkan di APBD semisal uang kordinasi untuk Forkopimda, permintaan sumbangan dari LSM dan ormas, undangan hajatan, menangani konflik antar kampung hingga permintaan dari oknum wartawan.
"Bupati dianggap masyarakat punya uang banyak sehingga segala urusan pemasyarakatan dari urusan A sampai Z dibebankan pada bupati. Semuanya membutuhkan dana sedangkan kebutuhan itu tidak dianggarkan di APBD," ujar dia.