Tatang Sutarna Usulkan Kewenangan PPATK Diperkuat untuk Berantas Tindak Pidana Pencucian Uang
Dalam sidang terbuka doktor ilmu hukum di Pascasarjana Universitas Pasundan, Jalan Sumatera Kota Bandung, Sabtu (1/8).
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Yudha Maulana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sutarna
TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - Inspektur Muda Intel Pidana Khusus pada Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung, Tatang Sutarna berpendapat bahwa Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum memiliki fungsi pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU), meskipun di sisi lain PPATK memiliki fungsi pencegahan. Sehingga, perlu memperkuat peran PPATK untuk memberantas TPPU.
Permasalahan itu ia ajukan dalam disertasi doktor berjudul Kedudukan dan Fungsi PPATK dalam Pemberantasan TPPU Dihubungkan Dengan Pembaharuan Sistem Peradilan Indonesia. Disertasinya diuji oleh Prof Dr Ir H Eddy Jusuf
Dalam sidang terbuka doktor ilmu hukum di Pascasarjana Universitas Pasundan, Jalan Sumatera Kota Bandung, Sabtu (1/8/2018).
"Selama ini banyaknya temuan PPATK yang diserahkan kepada penegak hukum tidak ditindaklanjuti dengan alasan tidak cukup bukti dan hanya bersifat administrasi serta minimnya alatbukti," ujar Tatang.
Menurut mantan asisten Pembinaan pada Kejaksaan Tinggi Jabar itu, laporan hasil analisis PPATK tidak punya kekuatan alat bukti sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
• Matangkan Persiapan, Persib Bandung Rencakan Uji Coba Kontra Tim Liga 1
• Tape Ketan Terpanjang Pecahkan Rekor Dunia
Penelitian disertasinya dilakukan di PPATK sehingga dalam penelitiannya ia menemukan sejumlah salah satunya, lemahnya peran PPATK.
"Sehingga, perubahan kedudukan dan fungsi PPATK dalam upaya pembaharuan sistem peradilan pidana di Indonesia dinilai perlu untuk menciptakan hubungan yang bersifat normatif dan saling melengkapi antara penegak hukum dengan PPATK," ujar dia.
Hasil penelitian pada disertasinya yakni soal kedudukan dan fungsi PPATK, sebagai lembaga independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun dan bertanggung jawab pada Presiden.
Kemudian, lanjut Tatang, fungsi PPATK yang selama ini hanya bersifat administrasi karena hanya diperlukan saat ditemukan indikasi tindak pidana TPPU dan tindak pidana lain, dengan menyerahkan hasil analisis kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti dengan penyidikan dan sifat laporan PPATK tersebut tidak mengikat.
"PPATK dalam melaksanakan tugasnya dalam memberantas TPPU belum optimal karena keterbatasan tugas dan kewenangan. Sehingga ke depan, PPATK harus punya kewenangan memaksa meminta penjelasan atas penggunaan laporan hasil analisa oleh penegak hukum," ujar Tatang.
Jika tidak, kata dia, PPATK dapat melaporkan pada Presiden untuk diberikan saksi pada pejabat penegak hukum tersebut. "Kemudian laporan hasil analisis PPATK bisa diakomodir di rancangan KUHAP baru sebagai alat bukti yang sah dan punya kekuatan hukum mengikat sehingga bisa dijadikan alat bukti oleh penegak hukum," katanya.
Dalam Undang-undang Pemberantasan TPPU, uang yang termasuk hasil tindak pidana meliputi 24 jenis tindak pidana, yakni tindak pidana korupsi, terorisme, penipuan, cukai, perjudian, trafficking, prostitusi, perpajakan, kepabeanan hingga tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara empat tahun lebih.