Bambang Wisanggeni
Wisanggeni diambil dari kata wisa (racun) dan geni (api), yang berarti bisa api. Sesuai namanya, Wisanggeni digambarkan sanggup membakar
Penulis: swo | Editor: Darajat Arianto
WISANGGENI bernama lengkap Bambang Wisanggeni. Namun bukan berarti Bambang diambil dari nama sang ayah. Bahkan, putra Arjuna dari rahim Batari Dresanala, putri Batara Brama, ini kelahirannya diluar kehendak para dewa.
Bukan hanya bayi tak dikehendaki. Wisanggeni sebenarnya tidak terdapat dalam wiracarita Mahabharata. Ia tokoh ciptaan pujangga Jawa dan perannya sarat makna di dunia pewayangan.
Wisanggeni diambil dari kata wisa (racun) dan geni (api), yang berarti bisa api. Sesuai namanya, Wisanggeni digambarkan sanggup membakar angkara murka, tidak memandang orang tua, teman, apalagi musuh.
Dalam literatur pewayangan, karakter Wisanggeni merupakan sebuah proses bangkitnya semangat yang berapi-api dan siap membakar angkara murka. Ketika pada masa kelahirannya sudah ditempa dengan berbagai ujian di Kawah Candradimuka.
Secara fisik ia digambarkan sebagai pemuda yang terkesan angkuh namun hatinya baik dan suka menolong. Dalam hal berbicara, Wisanggeni tidak pernah menggunakan basa krama (bahasa Jawa halus) kepada siapa pun, kecuali kepada Sang Pencipta.
Tokoh politik berwatak Wisanggeni cukup pas hadir dalam kancah revolusi, ketika butuh perubahan secara multidimensi. Budayawan dari Fakultas Filsafat UGM, Prof Dr Damardjati Supadjar, dalam bukunya Sumurupa Byar-e:Menyingkap Rahasia Awal-Akhir, menyebut revolusi spiritual akan berhasil jika dilakukan oleh kaum muda yang diibaratkannya sebagai Ontoseno dan Wisanggeni.
Maklum saja jika ada yang menyamakan Bung Karno dengan Wisanggeni. Ada pula yang menyamakannya dengan penyair WS Rendra karena sajak-sajaknya sangat berani meski masih dalam zaman prareformasi. Rendra sendiri tak pernah menyebut dirinya seperti Wisanggeni, tapi ia pernah bilang Wisanggeni adalah simbol anak muda yang tak kenal kompromi dalam menegakkan kebenaran dan membela kaum lemah.
Ucapan Rendra tersebut tidak beda jauh dengan Anas Urbaningrum ketika pidato pengantar pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada 23 Februari 2013. Dalam pidato yang menghebohkan jagad politik nasional itu, Anas antara lain menyebut dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Bandung 2010 dirinya adalah bayi yang tidak dikehendaki lahir.
Anas tidak terang-terangan menyebut ia masuk kategori tokoh politik berkarakter Wisanggeni. Namun, wajar jika ada yang mereka-reka seperti itu, apalagi Anas dengan "lidah apinya" berjanji akan mengungkap kasus-kasus besar korupsi. Pidato itu pun nyambung dengan ucapan Anas sebelumnya bahwa ia sedang belajar kitab Mahabharata. Ucapan ini Anas lontarkan saat ditanya wartawan tentang maksud "ocehannya" di Twitter tentang politik para Sengkuni.
Menyoal Wisanggeni, Soekarwo, gubernur Jawa Timur dari Demokrat, partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono, boleh dikata lebih "berani". Soekarwo sangat membanggakan Wisanggeni di hadapan SBY. Hanya saja, Wisanggeni yang ia maksud bukan tokoh pemuda pemberani, revolusioner, cerdas, serta jujur, melainkan nama bibit unggul padi dan tebu.
"Kami membudidayakan benih padi dan tebu unggulan, Wisanggeni, yang tahan kering dan banjir," ujarnya dalam acara pencanangan Gerakan Nasional Penanganan Anomali Iklim Petani Indonesia di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura, Desa Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Jumat (14/1/2013).
Soekarwo memang sekadar memamerkan bibit unggul padi dan tebu. Ia tak bermaksud secara simbolis memamerkan kader Demokrat yang berwatak Wisanggeni kepada SBY. Jadi, pamer Soekarwo itu tak ada unsur politisnya di tengah badai Demokrat dan makin panasnya menjelang KLB Demkorat akhir Maret 2013 mendatang.
Meski demikian, makin dekatnya "hari H" KLB ini telah muncul spekulasi bakal lahir kembali bayi tak dikehendaki dalam KLB Demokrat 2013. Pertanda bakal lahir bayi semacam Wisanggeni itu antara lain dikaitkan dengan keberanian orang-orang dekat Anas yang menyatakan diri siap maju mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Demokrat. Di antaranya Saan Mustopa, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, dan Tri Dianto, mantan Ketua DPC Partai Demokrat Cilacap. Akankah KLB Partai Demokrat 2010 terulang di 2013? (*)