Warga Argasunya Terpaksa Beli Air karena Sumur Tercemar, Ulama "Tampar" DPRD dan Pemkot Cirebon

Dugaan kuat, kondisi tersebut merupakan imbas dari pencemaran yang bersumber dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur.

Tribun Jabar/Eki Yulianto
SUMUR TERCEMAR - Seorang warga bediri di samping sumur yang tercemar, Kamis (7/8/2025). Warga Kampung Kalilunyu, RT 04 RW 04, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon mengeluhkan air sumur yang dahulu jernih dan digunakan untuk minum, mandi, serta mencuci, kini berwarna keruh, berbau tak sedap dan diduga tercemar limbah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur.   

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON – Bau menusuk hidung dan warna keruh pada air sumur di kawasan Argasunya, Kota Cirebon, kembali memancing gelombang keluhan dari masyarakat.

Dugaan kuat, kondisi tersebut merupakan imbas dari pencemaran yang bersumber dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur.

Situasi ini bukan hanya mengusik kenyamanan warga, tetapi juga membuat seorang ulama kharismatik dari Benda Kerep merasa perlu bersuara lantang.

KH Miftah Faqih, Pengasuh Pondok Pesantren Benda Kerep, menilai permasalahan lingkungan di wilayah itu telah berlangsung terlalu lama tanpa penanganan yang memadai.

Rasa keprihatinannya kian besar ketika mengetahui bahwa sumber air bersih, yang menjadi penopang kehidupan masyarakat Kalilunyu dan Sumurwuni, kini berada dalam ancaman serius.

"Saya sangat prihatin dengan adanya TPA di Argasunya."

"Ini bisa mempengaruhi air-air bersih di sekitarnya."

"Persoalan ini sudah lama dialami warga, dan kasihan sekali,” tutur KH Miftah, Jumat (8/8/2025).

KH Miftah pun mendesak Pemerintah Kota Cirebon segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki sistem pengelolaan TPA Kopi Luhur agar limbah tidak merembes ke sumur warga.

“Mohon cepat ditangani, karena akan berefek pada kesehatan masyarakat,” tegasnya.

Nada kritik sang kiai semakin tajam saat ia menyinggung sikap Pemkot dan DPRD yang menurutnya kurang memberikan perhatian serius pada persoalan Argasunya.

“Aja padu mengaku wakil rakyat bae, kudu bener-bener perhatikan rakyat ning Argasunya."

"Jangan cuma pas mau pemilihan, rakyat grudag grudug dibawa ke sana ke sini kaya kambing. Pas sudah terpilih, enggak ada perhatiannya,” sindirnya.

Ia juga mengingatkan pemerintah untuk tidak alergi terhadap kritik yang disampaikan masyarakat. Dalam istilah pesantren, jelasnya, pemimpin yang menutup telinga terhadap masukan disebut rembetuk.

“Masyarakat boleh mengkritik, tapi jangan nyinyir. Pemerintah juga harus mau diingatkan dan mau mengingatkan,” ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved